Banjir Jakarta Awal Tahun 2020 dan Solusinya

Penulis : Fadli Dharma Yudha - (1806197626)

    Indonesia memiliki catatan peristiwa bencana alam yang tidak sedikit pada tiap tahunnya. Bencana alam yang seringkali terjadi dan selalu menempati urutan pertama menurut Badan Pusat Statistik Bencana Alam adalah bencana banjir. Menurut ahli hidrologi yang dikutip dari BPBA, banjir dibagi menjadi tiga jenis. Pertama banjir yang disebabkan sungai meluap, banjir ini biasanya terjadi akibat dari sungai tidak mampu lagi menampung aliran air yang ada disungai itu akibat debit airnya sudah melebihi kapasitas. Berikutnya banjir local, banjir ini merupakan banjir yang terjadi akibat air yang berlebihan ditempat tersebut dan meluap ditempat tersebut juga. Ketiga banjir pasang surut ait laut, banjir ini terjadi ketika air laut pasang.[1]

    Pada awal tahun baru 2020, Jakarta dan sekitarnya diguyur hujan dengan intensitas sangat tinggi tanpa henti. Banjir yang melanda DKI Jakarta ini terjadi pada 31 Desember hingga 1 januari 2020 lalu. Banjir ini tercatat merupakan banjir terparah sepanjang sejarah bencana banjir yang terjadi di Jakarta setelah banjir yang terjadi pada tahun 2007.[2] Dilansir dari Liputan6.com Jakarta Fenomena banjir pada awal tahun ini sempat menjadi sorotan sejumlah media internasional. Salah satunya media asal Singapura The Straits Times. Dengan judul "4 dead after Jakarta hit by flooding", straitstimes.com memberitakan, empat orang tewas ketika ibu kota Indonesia dilanda banjir. Tanah longsor yang dipicu hujan deras pada Malam Tahun Baru juga telah menewaskan beberapa warga lagi.[3]

Sumber : Jakarta.bisuness.com

    Dilansir dari katadata.co.id, banjir besar seperti ini bukanlah hal yang baru di Jakarta. Sebelum ini, BMKG mencatat setidaknya terdapat lima banjir besar dalam sejarah banjir DKI Jakarta, antara lain pada Januari dan Februai 1918,  Januari 1979, Februari 1996, dan Februari 2013.[4] Melihat kondisi banjir yang sering terjadi di Jakarta lantas apa yang menyebabkan banjir terus melanda Ibu Kota Jakarta?

Eksploitasi air tanah yang berlebihan di Jakarta menyebabkan ibu kota negara ini terus tenggelam, dengan rata rata-rata laju penurunan tanah sekitar 3-18 cm per tahun. Kondisi ini bertambah buruk di Jakarta Utara yang berbatasan dengan laut. Tinggi permukaan tanah di wilayah ini 1,5 meter lebih rendah dari permukaan air laut sebagai dampak perubahan iklim. Akibatnya aliran air dari hulu sungai di Bogor pun tidak dapat terbuang ke laut.

    Selain eksploitasi air tanah yang berlebihan, saluran dan tangkapan air seperti waduk, sungai, kanal banjir, drainase dan ruang terbuka hijau yang ada kapasitasnya kurang untuk menampung volume air yang besar akibat curah hujan yang ekstrem.  Aliran dan sempadan sungai menyempit karena sebagian sungai di Jabodetabek mengalami pendangkalan. Beberapa daerah resapan dan waduk juga kurang maksimal karena berubah fungsi. Di sisi lain, Jakarta hampir tidak memiliki ruang terbuka biru (RTB) yakni tempat parker air sebelum dialirkan ke laut.

    Dilansir dari theconversation.com, Genangan air juga menjadi isu lama penyebab banjir, yaitu tertutupnya permukaan tanah yang dilapisi beton atau material yang menahan air untuk meresap ke dalam tanah. Pertumbuhan penduduk dan ekonomi, pembangunan infrastruktur yang massif serta urbanisasi menyebabkan okupasi lahan semakin sempit. Menurut data Badan Pusat Statistik penduduk Jakarta terus tumbuh, pada 2018 mencapai 10,46 juta jiwa. Hal ini menyebabkan lahan Jakarta terus berkurang. Pada 2014, sekitar 83% dari 674 km2 wilayah Jakarta telah terpakai, menurut riset Mathias Garschagen dan koleganya (2008). Jadi wajar daya dukung kota terus menurun.[5]

    Selanjutnya salah kaprah masyarakat tentang sungai. Hampir sebagian besar masyarakat DKI Jakarta melihat sungai sebagai tempat pembuangan sampah yang praktis dan murah bahkan gratis. Menurut Peneliti “Dari sudut pandang antropologis, kecenderungan masyarakat untuk membuang limbah dan kotoran ke sungai telah menjadi adat atau kebiasaan sejak dulu kala, sebelum adanya sarana dan prasarana sanitasi di Jakarta”. Hal ini semakin memperburuk tempat pembuangan saluran air karena tertumpuk oleh sampah dari warga Jakarta sendiri.

    Dilansir dari Geotekno.com, peneliti cuaca dan iklim ekstrem dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG), Siswanto, dalam presentasinya menyebutkan bahwa banjir Jakarta dan sekitarnya di awal tahun 2020 disebabkan oleh curah hujan ekstrem (diatas 150 mm/hari) yang hampir merata di Jabodetabek. Tercatat curah hujan maksimum di stasiun pengamatan Halim PK 377 mm/hari, di stasiun pengamatan TMII 335mm/hari dan di Jatiasih 260 mm/hari. Berdasarkan data tersebut curah hujan awal tahun 2020 merupakan curah hujan yang tertinggi sejak 100 tahun terakhir. Di bawah ini merupakan Peta Sebaran  Hujan Jabodetabek yang dirilis pada 1 Januari 2020.[6]

    Menurut saya, curah hujan dengan tingkat ekstrem ini adalah paling dominan sebagai penyebab utama banjir besar di Jakarta tanpa menafikan penyebab yang lain. Hal ini terbukti karena pada saat itu bukan hanya intensitas curah hujan ekstrem yang terjadi, namun juga hujan tersebut berlangsung seharian penuh tanpa henti. Sehingga curah hujan ini semakin memperparah terjadinya banjir di Jakarta dengan menguatkan penyebab banjir lainnya seperti penurunan muka air tanah, drainase yang kurang, perubahan alih fungsi hutan di hulu (Bogor) dan banyak faktor lainnya. Berikut Peta Sebaran Hujan Jabodetabek dirilis BMKG pada 1 Januari 2020.

Sumber : BNPB

    Dampak yang ditimbulkan dari banjir awal tahun 2020 ini selain banjir yang ditimbulkan di sekitar jalan, merendam rumah warga, dan membawa hanyut kendaraan-kendaraan, juga mengharuskan lebih dari 700 daerah dilakukan pemadaman listrik untuk menghindari terjadinya korslet. Bahkan Bandara Halim Perdanakusuma ditutup dan membatalkan penerbangan karena landasan pacu banjir. Tanah longsor juga terjadi yang dipicu oleh hujan deras di beberapa wilayah. Hampir 170 ribu orang mengungsi dan sementara jumlah korban meninggal dan hilang 47 orang.[7]

    Dalam menangani masalah banjir yang sudah lumrah di Jakarta diperlukan kerja sama dari seluruh lapisan masyarakat, karena hal ini bukan hanya menjadi tugas pemerintah saja namun tugas masyarakat Jakarta juga yang dirugikan atau tidak oleh banjir. Hal sederhana yang dapat kita lakukan sebagai masyakat dalam membantu meminimalisir banjir di Jakarta adalah dengan membuang sampah pada tempatnya, bukan buang sampah atau limbah industry ke sungai, memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga dan merawat sungai sebagai sumber daya air, menanam pohon atau tanaman untuk membantu infiltrasi sehingga air hujan turun tidak langsung mengalir ke sungai. Hal tersebut merupakan langkah jangka Panjang yang seharusnya berhasil jika dilakukan bersama-sama secara merata dan disiplin. Namun dalam hal ini pemerintah berperan sangat penting dalam membuat regulasi untuk mengatasi masalah banjir di Jakarta. Solusi yang menurut saya perlu dilakukan pemerintah dalam menanggulangi bencana banjir ini antara lain :

  1. Melakukan Rehabilitasi wilayah resapan air di wilayah hulu (Bogor) yang saat ini beralih fungsi menjadi lahan terbangun atau pemukiman menjadi dihutankan kembali. Hal ini berpengaruh terhadap debit aliran sungai yang dihasilkan ketika musim hujan.
  2. Membuat Ruang Taman Biru (RTB) atau tempat parkir air sebelum dialirkan ke laut. Menurut Ahli Geospasial, Bintang “Seharusnya tiap pemukiman diwajibkan memiliki semacam kolam resistensi untuk menampung air dan itu dibuat sistemik melalui regulasi pemerintah.”
  3. Mengurangi pemukiman padat penduduk dengan membuat rumah susun sehingga dapat membuka lahan kembali untuk dilakukan wilayah penghijauan dan menambah daerah resapan air.
  4. Melakukan Revitalisasi waduk yang sudah tidak lagi efektif menampung air karena pendangkalan.

    Langkah terakhir yang diambil pemerintah setelah terjadinya banjir besar awal tahun 2020 di Jakarta kemarin adalah dengan melakukan naturalisasi dan normalisasi. Kedua langkah tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Melihat pemerintah dalam mengambil tindakan untuk melakukan normalisasi menurut saya sudah cukup bagus, yaitu dengan pengerukan sungai untuk memperlebar dan memperdalam sungai, pinggiran sungai dilakukan betonisasi dan pembuatan tanggul. Dalam kasus ini pemerintah selain ingin mengembalikan bentuk sungai sesuai dengan peruntukan awal, di sisi lain terdapat sejumlah bangunan-bangunan besar yang memiliki kepentingan dan tidak mungkin untuk dipindahkan. Langkah ini merupakan jangka pendek dalam mengatasi banjir. Namun terdapat kekurangannya selain tidak menjaga ekosistem sungai dengan betonisasi, juga bentuk sungai cenderung diluruskan sehingga membuat aliran sungai semakin cepat. Tingginya kecepatan aliran air akan membawa lumpur dan sedimentasi yang cukup banyak. Akibatnya, sungai akan cenderung cepat dangkal.

    Oleh karena itu, langkah yang bisa dicoba pemerintah menurut saya adalah naturalisasi yaitu dengan penataan bantaran sungai dengan memanfaatkan ekosistem hijau di mana pinggiran sungai ditanami pohon, adapun jika sudah tidak ada lahan untuk ditanami pohon maka cukup dirapihkan saja. Langkah ini merupakan jangka panjang dalam mengatasi banjir. Konsep ini selain menjaga ekosistem yang ada di sungai dan menjadikan pinggiran sungai berfungsi sebagai penyerapan air, juga pelebaran sungai ini mengikuri dengan bentuk alur sungai. Sehingga dengan bentuk sungai yang berkelok dapat memperlambat laju aliran sungai, karena  dia punya kecepatan untuk diserap kembali di kiri dan kanan sungai secara alami air masuk ke tanah.



[[1]] Materi Power Point Dinamika Iklim Tropik “Bahaya dan Bencana Klimatologis”

[[2]] Putri, Restu Diantina. 2020. Mengungkap Musabab Banjir Besar Jakarta 2020. Diakses pada laman <https://tirto.id/mengungkap-musabab-banjir-besar-jakarta-2020-eq85>

[[3]] Hatta, Raden Trimutia. 2020. Banjir Jakarta Saat Tahun Baru 2020 Jadi Sorotan Media Internasional. Diakses pada laman <https://www.liputan6.com/global/read/4146355/banjir-jakarta-saat-tahun-baru-2020-jadi-sorotan-media-internasional>

[[4]] Tobing, Sorta. 2020. Memahami Penyebab Banjir yang Selalu Melanda Jakarta. Diakses pada laman <https://katadata.co.id/berita/2020/02/27/memahami-penyebab-banjir-yang-selalu-melanda-jakarta>

[[5]] Adiyoso, Wignyo. 2020. Banjir besar di Jakarta awal 2020 : penyebab dan saatnya mitigasi bencana secara radikal. Diakses pada laman <https://theconversation.com/banjir-besar-di-jakarta-awal-2020-penyebab-dan-saatnya-mitigasi-bencana-secara-radikal-129324>

[[6]] Analisis Banjir Jakarta Awal 2020. Diakses pada laman <https://www.geotekno.com/analisis-banjir-jakarta-awal-2020/2553>

[[7]] Wibowo, Agus. 3 Januari 2020. UPDATE: Data Banjir Jabodetabek 3 Januari 2020 Pukul 23.00 WIB. Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kemana “Seharusnya” Air Jakarta Pergi?

PENCEMARAN AIR SUNGAI CILIWUNG SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB BANJIR DI DKI JAKARTA