PENCEMARAN AIR SUNGAI CILIWUNG SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB BANJIR DI DKI JAKARTA

PENCEMARAN AIR SUNGAI CILIWUNG SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB BANJIR DI DKI JAKARTA

Penulis: Gadis Zeffilda (1806137021)

Departemen Geografi, Fakultas MIPA, Universitas Indonesia 

Air merupakan bagian yang sangat penting untuk kehidupan umat manusia dan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Air disebut sebagai sumber kehidupan karena keberadaan air sangat mempengaruhi semua makhluk yang ada di bumi. Salah satu sumber air adalah sungai, yaitu sungai merupakan aliran air alami yang mengalir secara terus menerus dari hulu hingga hilir[1]. Sungai memiliki peran yang strategis sebagai salah satu sumber daya alam yang mendukung kehidupan masyarakat. Sungai memiliki peranan yang sangat penting seperti, upaya untuk mempertahankan sumber daya air yang berkelanjutan. Di DKI Jakarta memiliki sungai terpanjang dan terbesar yaitu Sungai Ciliwung. Sungai ini merupakan salah satu sungai utama yang bermuara ke Teluk Jakarta dengan total luas daerah aliran 347 km2 dan panjang sungai utama 117 km[2].  

Dahulu Sungai Ciliwung menjadi salah satu sumber kehidupan masyarakat di DKI Jakarta serta menjadi habitat berbagai jenis ikan. Namun, sejak banyaknya pembangunan rumah, perkantoran, serta kawasan bisnis lainnya justru membuat Sungai Ciliwung dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Hal ini terjadi karena banyaknya sampah dan limbah dari berbagai tempat yang dibuang di Sungai Ciliwung. Sampah-sampah ini semakin lama bertambah banyak hingga membuat aliran air menjadi tersumbat, tentunya mengakibatkan sungai menjadi lebih kotor, keruh, aroma yang tidak enak, serta menjadi salah satu penyebab banjir di DKI Jakarta. Pada tahun 2017 Sungai Ciliwung termasuk dalam kategori cemar ringan hingga berat (BPS dan wawancara Kepala Seksi Pemantauan Kualitas Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta).

Aliran kali Ciliwung yang penuh dengan sampah, kawasan Bukit Duri, Jakarta (sumber: dokumentasi oleh Galih Pradipta)

            Sumber pencemaran air Sungai Ciliwung di Jakarta berasal dari buangan limbah rumah tangga (permukiman) dan limbah industri. Namun, dari buangan limbah rumah tangga ini yang berasal dari buangan limbah manusia berupa sampah, air kotor (tinja), deterjen dan sisa minyak andilnya lebih besar bila dibandingkan dengan limbah industri. Berdasarkan Pusat Penelitian Pengembangan Perkotaan dan Lingkungan DKI Jakarta mengemukakan bahwa sebanyak 80% sumber pencemaran sungai yang mengalir di DKI Jakarta ini berasal dari limbah rumah tangga dan hanya 20% yang berasal dari buangan limbah industri. Di setiap pintu air, tonggak jembatan dan muara dapat terlihat buangan deterjen dan sisa minyak yang telah membaur dengan sampah. Sedangkan limbah manusia yang berupa tinja, terlihat di WC terapung[3].  Tidak hanya itu aktivitas manusia yang dapat mencemarkan air hingga menyebabkan bencana banjir ialah pembuangan liar lumpur tinja, pembangunan yang merusak sekitar lingkungan perairan di Sungai Ciliwung, membuang sampah sembarangan hingga menyumbat selokan tentunya menghambat aliran air sungai, dan lainnya. Tentunya dampak akibat pencemaran Sungai Ciliwung ini menjadi sungai banyak dipenuhi sampah, air sungai berpotensi sebagai sumber penyakit, air sungai juga tidak layak digunakan langsung menjadi air baku oleh masyarakat sekitar, hingga bencana banjir di musim hujan[4].  

Limbah Rumah Tangga yang Bikin Ciliwung Tercemar (sumber: tirto.id)

           Sungai Ciliwung yang tercemar akibat limbah industri dan limbah rumah tangga tentu akan memberikan dampak buruk serta bencana bagi kehidupan manusia di sekitarnya. Bencana yang terjadi karena ditimbulkan dari pencemaran sungai adalah munculnya berbagai penyakit, ketersediaan air bersih, dan lain-lain. Namun, tidak hanya itu bencana yang sering terjadi di DKI Jakarta yang diakibatkan karena pencemaran Sungai Ciliwung yaitu terjadinya bencana banjir di sekitar Sungai Ciliwung ini. Di daerah Jakarta Selatan tepatnya di Kelurahan Pejaten Timur adalah salah satu contoh bencana banjir yang diakibatkan oleh pencemaran sungai ini. Tidak hanya di Kelurahan Pejaten Timur melainkan bencana banjir akibat pencemaran air Sungai Ciliwung terjadi di Kelurahan Balekembang. Air yang tercemar di Sungai Ciliwung mengakibatkan ketika hujan melanda DKI Jakarta membuat kali Ciliwung meluap hingga megakibatkan bencana banjir di sekitarnya.

Suasana banjir di Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan (sumber metro.tempo.co, dokumentasi oleh Ruwanto, Danton Damkar) 

Suasana banjir hingga ketinggian 2 meter di Kelurahan Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur (sumber kompas.com, dokumentasi oleh Tatan Guritno)           

            Banyak cara untuk mengatasi pencemaran sungai ini, dimana pemerintah melakukan sosialisasi terhadap masyarakat di DKI Jakarta mengenai pentingnya menjaga kebersihan Sungai Ciliwung dengan tidak melakukan aktifitas yang memicu tercemarnya air sungai seperti, tidak membuang sampah sembarangan, dan lainnya. Pemerintah juga dapat melakukan pelatihan mengenai cara bagaimana mengelola limbah dengan baik, sehingga pencemaran akibat limbah-limbah menjadi berkurang dengan adanya pelatihan ini.  Perlu juga dilakukan rehabilitasi sungai yang sudah tercemar ini dimana masyarakat sekitar bergotong royong untuk membersihkan secara berkelanjutan. Adapula teknologi bioremediasi dalam pengendalian badan air yang tercemar dengan dilakukan proses, isolasi, pengujian bakteri dalam mengdegradasi zat pencemar, identifikasi bakteri dan memperbanyak bakteri. Teknik bioremediasi bertujuan untuk menetralkan senyawa berbahaya dari limbah cair di sungai[5].

            Selain solusi untuk mengatasi pencemaran air, adapun solusi yang dapat dijadikan sebagai suatu upaya penanggulangan banjir dengan mentata lingkungan kumuh di sekitar daerah aliran Sungai Ciliwung, yaitu Green Water Front. Konsep ini akan mengubah sungai yang berada di belakang rumah menjadi di depan rumah. Di sepanjang bantaran sungai tentunya akan dibangun ruang terbuka hijau yang ditanami berbagai jenis pohon dan dibuat lubang biopori. Konsep ini bertujuan untuk membangun daerah aliran sungai yang tercemar dengan memanfaatkan ruang terbuka yang berada di atas sungai. Ruang ini memiliki fungsi yang mirip dengan sebuah jembatan, hal ini bisa menambah interaksi yang tentunya bermanfaat untuk warga sekitar bahkan antar warga yang perkampungannya terpisah oleh sungai. Tidak hanya itu, dibuat pula ruang publik yan bisa dimanfaatkan sebagai taman bermain anak-anak sekitar serta tempat yang tepat untuk bercocok tanam sayur-mayur. Konsep Green Water Front ini dapat menciptakan lingkungan yang bersih, sehat, dan diharapkan tidak akan ada lagi bencana banjir dan pencemaran air sungai Ciliwung yang terjadi. Jika konsep ini dapat berhasil dilakukan dengan kerjasama yang baik oleh pemerintah dan masyarakat tentunya sedimentasi sungai dapat terhindar dan air sungai akan mengalir dengan lancar tanpa adanya air yang tersumbat hingga ke laut. Sehingga banjir yang melanda di Sungai Ciliwung akan dapat ditanggulangi. [6].

REFERENSI

[1] Syarifa, Syifa. (2019). PENCEMARAN SUNGAI CILIWUNG DAN DAMPAK BURUKNYA BAGI MASYARAKAT DKI JAKARTA. Universitas Negeri Jakarta.

[2] Pawitan, H. (2004). Perubahan penggunaan lahan dan pengaruhnya terhadap hidrologi Daerah Aliran Sungai. Laboratorium Hidrometeorologi FMIPA IPB, Bogor.

[3] Susmarkanto, S. (2002). Pencemaran Lingkungan Perairan Sungai Salah Satu Faktor Penyebab Banjir Di Jakarta. Jurnal Teknologi Lingkungan3(1).

[4] Fachruddin. Tinjauan Aktifitas Masyarakat Yang Berpotensi Mencemari Sungai Ciliwung.

[5] Priadie, B. (2012). Teknik bioremediasi sebagai alternatif dalam upaya pengendalian pencemaran air. Jurnal ilmu lingkungan10(1), 38-48.

[6] Muchlison, M. H., Naufal, R. N., & Syah, M. N. (2015, October). Green Water Front sebagai Upaya Penanggulangan Banjir dan Tata Lingkungan Kumuh Daerah Aliran Sungai Ciliwung. In Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional Program Kreativitas Mahasiswa-Gagasan Tertulis 2014. Indonesian Ministry of Research, Technology and Higher Education.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

 



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Banjir Jakarta Awal Tahun 2020 dan Solusinya

Kemana “Seharusnya” Air Jakarta Pergi?