Kemana “Seharusnya” Air Jakarta Pergi?

Kemana “Seharusnya” Air Jakarta Pergi?

Abdul Azis As Sajjad – 1806136914

Departemen Geografi, Universitas Indonesia

 

DKI Jakarta merupakan ibukota negara Indonesia. Sebagai ibukota negara sudah sepantasnya Jakarta menjadi pusat segala aktivitas. Disisi lain dengan tingginya aktivitas manusia di Jakarta membuat kebutuhan lahan untuk perkantoran, permukiman, pusat perbelanjaan dan lain lain juga meningkat. Peningkatan akan penggunaan lahan untuk aktivitas ini akan menekan angka ruang terbuka hijau di ibukota. Berdasar data rekapitulasi luas RTH DKI Jakarta tahun 2015 total luas RTH sebesar 27,257,441.13 Meter persegi atau 27,25 Kilometer persegi [1]. Luas RTH ini dapat dibilang sangat kecil jika dibandingkan dengan luas total keseluruhan wilayah administrasi DKI Jakarta sebesar 662,33 Kilometer persegi [2]. Minimnya RTH di Jakarta membuat datangnya bencana “langgganan” bagi ibukota yaitu banjir. Pada tahun 2002 dan 2007 banjir terjadi di Jakarta bahkan pada banjir 2007 mengakibatkan 80.000 jiwa meninggal dunia [3]. Kasus banjir di wilayah Jaakarta terbaru terjadi pada 1 Januari 2020 yang terjadi karena curah hujan yang sangat tinggi hingga mencapai 377 mm dalam satu hari [3].

 

Gambar 1. Banjir Jakarta Tahun 2020 [8].

Gambar 2. Banjir Jakarta Tahun 2007 [9].

 

Faktor fisik juga sebenarnya cukup mempengaruhi bencana banjir di Jakarta. Kondisi topografi wilayah Jakarta berada pada dataran rendah dengan rata rata ketinggian 7 Meter diatas permukaan laut [2]. Secara bentukan juga Jakarta memiliki banyak rawa rawa yang kemudian dijadikan menjadi pemukiman seperti Rawamangun, Rawa Sari, dan Rawa Badak. Jakarta juga memiliki 13 sungai yang melalui maupun bermuara di teluk Jakarta, seperti sungai Ciliwung dan sungai Pesanggrahan [2]. Banyak nya sungai ini secara alamiah akan membentuk dataran banjir disekitarnya. Fenomena banjir kadang terjadi karena meluapnya air dari sungai. Hal ini terjadi ketika muka air sungai menjadi tinggi karena terjadi hujan yang cukup deras. Jika dilihat curah hujan DKI Jakarta sebesar 1502 mm per tahun 2] jumlah yang tidak besar bahkan hingga membuat banjir. Namun dalam banjir Jakarta penelitian yang dilakukan harus dalam kajian DAS karena sebagian besar sungai di Jakarta memiliki hulu di bagian selatan seperti DAS Ciliwung yang memiliki hulu di wilayah Bogor. Sehingga apabila terjadi hujan di wilayah sekitar Jakarta akan membawa air hujan tersebut menuju hulu yang berlokasi di wilayah Jakarta dan membuat banjir diwilayah sekitarnya atau yang biasa dikenal banjir kiriman oleh masyarakat.

 

Gambar 3. Hulu Kanal Banjir Timur Jakarta [10].

Gambar 4. Proses Pembangunan Bendungan Ciawi [11].

 

Penanggulangan banjir sejatinya sudah dibuat oleh pemerintah Jakarta dan pemerintah pusat. Langkah langkah seperti pembuatan bendungan Ciawi dan Sukamahi, pembangunan banjir kanal timur dan barat, pembangunan sodetan kali Ciliwung, maupun yang terbaru yaitu konsep naturalisasi yang dibawa oleh gubernur Anis Baswedan. Lalu yang menjadi pertanyaan langkah manakah yang paling tepat, karena bukti menunjukkan bahwa hingga 2020 Jakarta masih “kebanjiran”.

Gambar 5. Siklus Hidrologi [12].

 

Siklus hidrologi atau dikenal dengan siklus air merupakan suatu proses perubahan air di alam. Dalam siklus hidrologi mengenal 3 fenomena yang berkenaan dengan banjir yaitu presipitasi, infiltrasi dan runoff (limpasan). Presipitasi atau hujan merupakan proses turunnya air ke permukaan bumi dan kemudian masuk kedalam tanah (infiltrasi) atau melimpas (runoff). Dalam bencana banjir dapat disebabkan karena karena debit/volume air yang mengalir pada suatu sungai atau saluran drainase melebihi atau diatas kapasitas pengalirannya [4]. Berdasar pernyataan ini maka dapat disimpulkan bahwa banjir akan terjadi ketika debit air yang dialirkan (limpasan) lebih besar daripada kapasitas saluran yang tersedia. Pengendalian banjir pada dasarnya adalah mengatur seberapa besar bagian air hujan yang menjadi surface runoff mengalir ke sungai dan selanjutnya ke laut, tanpa mengganggu aktivitas manusia [5]. Pengurangan surface runoff dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu: menampung air hujan dan meningkatkan kapasitas infiltrasi air hujan [5]. Kedua cara ini sebenarnya merupakan penerapan dari proses infiltrasi pada siklus hidrologi, karena sejatinya secara alimiah air akan selalu bergerak ke tempat yang lebih rendah (laut).

Pengaturan terhadap waktu dan saluran air menuju laut menjadi perhatian dalam menangani bencana banjir. Karena selama ini konsep yang digunakan ketika air datang (hujan) adalah bagaimana mengalirkan air tersebut dengan cepat menuju laut atau saluran lainnya dan menuju laut. Terkadang debit air yang dialirkan ini melebihi kapasitas aliran yang datang. Oleh karena itu konsep penanganan banjir harus dikembalikan seperti keadaan alami siklus air. Siklus alami yang dimaksud adalah ketika air hujan datang maka proses yang terjadi adalah infiltrasi dan runoff. Proses infiltrasi air hujan akan masuk kedalam tanah dan akan tetap mengalir menuju laut, namun dengan waktu yang lebih lama. Sehingga tidak akan menimbulkan penumpukan debit air pada saluran saluran air dan sungai. Konsep pengendalian ini dikenal dengan istilah zero runoff yaitu proses menampung air hujan sebanyak-banyaknya dan sebagian diresapkan ke dalam tanah, sehingga sangat sedikit (bahkan mendekati nol) aliran permukaan yang dikeluarkan dari kawasan tertentu [5]. Pada wilayah administrasi DKI Jakarta konsep ini sudah diatur melalui Pergub DKI Jakarta No. 43 Tahun 2013 tentang Pelayanan Rekomendasi Peil Lantai Bangunan pasal 1 ayat 16 yang memiliki makna bahwa debit air akibat pembangunan (run off tambahan akibat pembangunan) harus ditahan sehingga tambahan debit (ΔQ) nya adalah nol [6]. Sedangkan untuk tingkat nasional pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah menyebutkan Konsep zero delta Q policy (ZDQP) [7].

Pergub DKI Jakarta No. 43 Tahun 2013 membuat seharusnya setiap bangunan di DKI Jakarta memiliki sarana untuk meresapkan air kedalam tanah. Sarana ini dapat berupa Sistem Penampungan Air Hujan (SPAH) / Rain Water Tank (RWT), Kolam resapan/ kolam konservasi, dan Sumur resapan [6]. Pembangunan sarana ini bertujuan untuk meningkatkan infiltrasi di Jakarta yang akan sangat berguna menekan bencana banjir Jakarta juga meningkatkan jumlah air tanah Jakarta. Penerapan konsep zero runoff sejatinya tinggal menunggu penerapan dan penggalakan saja. Dasar hukum sudah tersedia, bentuk system penampungan air hujan atau sumur resapan juga sudah banyak ada, tinggal menunggu pemerintah dan masyarakat untuk menerapkan nya pada setiap bangunan di Jakarta. Walaupun pada penerapannya nanti akan mendapat halangan seperti padatnya pemukiman di ibukota yang membuat kurangnya lahan untuk pembangunan sumur resapan, setidaknya penerapan konsep ini tetap dilakukan pada bangunan bangunan dengan lahan yang cukup seperti perkantoran, pasar, kompleks perumahan besar, dan lainnya.

Gambar 6. Tampak samping struktur contoh sumur resapan pada bangunan [7].

 

Penerapan konsep zero runoff di Jakarta menjadi salah satu opsi pengendalian bencana banjir di ibukota. Penerapan konsep ini sudah dilakukan melalui melalui Pergub DKI Jakarta No. 43 Tahun 2013. Namun penerapan konsep ini masih terlaksana dimasyarakat yang dapat dilihat dengan masih terjadinya banjir pada awal tahun 2020. Penerapan perda ini berupa pembangunan system penampungan air hujan pada setiap bangunan di Jakarta. Konsep ini perlu diterapkan kembali melalui kerjasama pemerintah dan masyarakat, karena bukanlah suatu hal yang murah dan mudah. Melalui konsep ini air hujan atau banjir yang datang ke Jakarta akan dimasukkan kembali kedalam tanah (infiltrasi) melalui sumur resapan atau kolam penampungan disetiap bangunan sehingga banjir akan cepat teratasi dan tidak datang kembali.

 

Daftar Pustaka

 

[1] Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta. (2015). Data Rekap Luas RTH Jakarta Per Kotamadya. Diakses melalui https://data.jakarta.go.id/dataset/rekapluasruangterbukahijauperkotamadyadidkijakarta/resource/5873fbad-e38c-4b0d-908b-fa61eb4e2f24.

[2] Badan Pusat Statistik DKI Jakarta. (2019). Provinsi DKI Jakarta dalam Angka 2019. Jakarta : Badan Pusat Statistik DKI Jakarta.

[3] CNN Indonesia. (2020). Sejarah Banjir Besar Jakarta, Sejak Zaman VOC Hingga 2020. Diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200102205129-199-462007/sejarah-banjir-besar-jakarta-sejak-zaman-voc-hingga-2020.

[4] Rosyidie, A. (2013). Banjir: fakta dan dampaknya, serta pengaruh dari perubahan guna lahan. Journal of Regional and City Planning24(3), 241-249.

[5] Fakhrudin, M. (2015). Zero Runoff Untuk Pengendalian Banjir Di Jakarta. Warta Limnologi, No.53/Tahun XXVII, Pusat Penelitian Limnologi LIPI , hal 9-13.

[6] Fitri, A., & Ulfa, A. (2015). Perencanaan Penerapan Konsep Zero run-off dan Agroforestri Berdasarkan Kajian Debit Sungai di Sub DAS Belik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota26(3), 192-207.

[7] Bisri, M., & Andawayanti, U. (2019). Analisis Konservasi Air Berbasis Zero Run Off (Studi Kasus Kawasan Block Office Balai Kota Among Tani Kota Batu). Jurnal Teknik Pengairan10(2), 145-150.

[8] Alaidrus, F. (2020). Banjir Jakarta 1 Januari 2020, PLN Padamkan 724 Wilayah DKI. Diakses Melalui https://tirto.id/banjir-jakarta-1-januari-2020-pln-padamkan-724-wilayah-dki-ep51.

[9] Rinaldo. (2019). Dahsyatnya Banjir 2007 yang Tenggelamkan Jakarta. Diakses melalui https://www.liputan6.com/news/read/3881811/dahsyatnya-banjir-2007-yang-tenggelamkan-jakarta.

[10] Thamrin, Mahandis Yoanata. (2020). Mencerna Kembali Pesan Banjir Leluhur Jakarta. Diakses melalui https://nationalgeographic.grid.id/read/131973549/mencerna-kembali-pesan-banjir-dari-leluhur-jakarta?page=all.

[11] Biro Komunikasi Publik Kementrian PUPR. (2020). Pembangunan Dry Dam Ciawi Masuki Tahap Konstruksi Tubuh Bendungan. Diakses melalui https://www.pu.go.id/berita/view/17904/pembangunan-dry-dam-ciawi-masuki-tahap-konstruksi-tubuh-bendungan.

[12] Nailufar, Nibras Nada. (2020). Tahapan Siklus Hidrologi. Diakses melalui https://www.kompas.com/skola/read/2020/04/15/060000669/tahapan-siklus-hidrologi?page=all.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Banjir Jakarta Awal Tahun 2020 dan Solusinya

PENCEMARAN AIR SUNGAI CILIWUNG SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB BANJIR DI DKI JAKARTA