Permasalahan Kelangkaan Air di Indonesia (Studi Kasus pada Wilayah Sungai di DKI Jakarta)

    Oleh Ivon Lestari - 1806137053
    
    Air sebagai sumber daya alam merupakan salah satu komponen lingkungan hidup yang memiliki peranan penting untuk kehidupan tidak hanya untuk manusia, tetapi juga bagi makhluk hidup lainnya yang ada di bumi. Di era sekarang ini, dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di bumi, maka semakin banyak pula kebutuhan akan sumber daya alam yang diperlukan oleh manusia untuk keberlangsungan hidup khususnya kebutuhan akan air. Kalau mengingat sebagian besar permukaan bumi yang hampir seluruhnya ditutupi oleh air, seakan-akan menunjukkan bahwa sumber air di bumi ini sangat melimpah. Namun, pada kenyataannya dari 100% Air Global di dunia, sekitar 97,5% berupa air asin yang tidak bisa dikonsumsi, dan hanya sekitar 2,5% yang berupa air tawar. Dari total air tawar yang ada dibumi hanya terdapat 0,3% simpanan air tawar di danau dan sungai (hanya bagian ini saja yang dapat diperbaharui)[1].
    Sumber air yang terbatas ditambah dengan kebutuhan akan air bersih yang juga terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk telah menyebabkan kelangkaan air di seluruh dunia. Kelangkaan air (water scarcity) adalah kondisi dimana sumber daya air tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rata-rata jangka panjang. Ketidakseimbangan jangka panjang, dimana ketersediaan air lebih kecil dari kebutuhan air, dan berarti bahwa kebutuhan air melebihi sumber daya air yang dapat didayagunakan secara berkelanjutan (sustainable)[2]. Menurut Winata et al. 2016, masalah air di Indonesia dipengaruhi oleh kerusakan lingkungan yang terjadi akibat dari degradasi daya dukung daerah aliran sungai (DAS) hulu karena kerusakan hutan yang tidak terkendali. Fenomena ini menyebabkan turunnya kemampuan DAS untuk menyimpan air di musim kemarau[3], sehingga terjadi kelangkaan air dan kondisi lingkungan semakin tidak terkendali.


    Negara-negara di dunia yang telah mengalami kelangkaan air salah satunya adalah Indonesia. Beberapa wilayah di Indonesia telah mengalami kelangkaan air beberapa tahun terakhir khususnya di DKI Jakarta. Menurut penelitian yang dilakukan Pusat Litbang Sumber Daya Air oleh Hatmoko et al, pada tahun 2012 bahwa kelangkaan air sangat parah terjadi di wilayah sungai Ciliwung-Cisadane, disusul dengan kondisi kronis pada sebagian besar wilayah sungai di Jawa, Bali dan Lombok. Berdasarkan hasil penelitian tersebut Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane hanya memiliki air 489 m3/tahun/orang. Kondisi buruk Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane di DKI Jakarta ini disebabkan oleh banyak persoalan. Pertama, luas lahan terbangun terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di DKI Jakarta. Sedangkan ketersediaan sumber daya air terbatas, tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan manusia yang semakin banyak. 
    Dengan bertambahnya jumlah penduduk tentu saja juga berpeluang dalam menghasilkan sampah dan polusi yang semakin banyak. Menurut Uitto dan Biswas (2000) dalam Budi (2013), Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali berpotensi pula menambah kotoran dan polusi terhadap sumber-sumber air bersih yang ada, seperti air tanah dan air permukaan di perkotaan. bertambahnya luas lahan terbangun di beberapa kota besar di Indonesia juga turut memperparah kelangkaan air dan krisisi air ketika musim kemarau dan terjadinnya banjir ketika musim hujan. Pembangunan gedung-gedung di kota besar banyak yang tidak mematuhi perbandingan lahan terpakai dan lahan terbuka, sehingga mengganggu proses penyerapan air hujan ke dalam tanah (Rohani Budi Prihatin, 2013)[4].


    Kedua, kurangnya kesadaran manusia akan pentingnya pengelolaan air yang baik untuk tidak mengeksploitasi sumber daya air secara berlebihan. DKI Jakarta dilalui oleh 13 Sungai dari wilayah Bodetabek[5], dan diantaranya terdapat DAS Ciliwung, Cisadane di sebelah barat dan DAS Citarum di sebelah timur. Namun, banyaknya sumber daya air ini tidak dikelola dan dimanfaatkan dengan baik untuk memenuhi kebutuhan air manusia. Sungai-sungai ini malah digunakan sebagai saluran akhir pembuangan, dimana masyarakat yang tidak bertanggungjawab membuang sampah rumah tangga mereka di aliran sungai-sungai ini. Hal ini menyebabkan sungai tercemar sehingga tidak dapat digunakan sebagai sumber air masyarakat.


    Permasalahan kelangkaan air dibeberapa wilayah sungai di Indonesia khususnya di DKI Jakarta, ini dapat menimbulkan permasalahan lain di tengah-tengah masyarakat. Diantaranya kelangkaan air dapat menyebabkan hambatan bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, menimbulkan penyakit untuk masyarakat karena kurangnya ketersediaan air, dan bahkan konflik sosial dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, khususnya di DKI Jakarta sendiri saat ini karena kurangya ketersediaan air, banyak masyakarat lebih memilih menggunakan air tanah yang harganya lebih rendah dibandingkan menggunakan air pipa perkotaan (PAM). Kurangnya ketersediaan air karena kondisi sungai yang tercemar, banyak masyarakat yang lebih memilih menggunakan air tanah sehingga menimbulkan masalah penurunan muka air tanah di Jakarta.
    Untuk mengatasi masalah terkait kelangkaan air ini sebenarnya telah banyak dikeluarkannnya peraturan yang mengatur tentang pengelolaan air di perkotaan utamanya di DKI Jakarta. Dalam pasal 37 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang menyebutkan bahwa “air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang keberadaannya terbatas dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak yang luas serta pemulihannya sulit dilakukan.”[6] Namun, peraturan hanyalah sebuah tulisan bila tidak dilaksanakan oleh seluruh manusia yang mebutuhkan sumber daya air. Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak dari kelangkaan air harus dijalankan sistem pengelolaan air yang baik tidak hanya oleh pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat. 
    Salah satu Universitas Texas di Austin telah fokus pada pemulihan dan menggunakan kembali air yang masih dapat digunakan untuk membersihkan toilet[7]. Selain itu, juga dapat diterapkan pada setiap bangunan yang ada di Kota Jakarta untuk memiliki saluran yang dapat menampung air hujan di atas setiap bangunan. Hal ini dapat berguna dalam menampung air hujan ketika terjadi hujan dan dapat dilakukan untuk memenuhi ketersdiaan air setiap banguan atau rumah. Untuk menjalankan solusi ini maka harus didukung dengan alat yang canggih dan biaya yang lebih besar, namun juga tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan air masyarakat.

 
    Secara kuantitas volume wilayah sungai di beberapa wilayah di Indonesia khususnya di DAS Ciliwung Jakarta semakin berkurang. Pendangkalan dan penyempitan di DAS Ciliwung ini akibat dari permukiman ilegal dan sampah masyarakat yang dibuang ke sungai. Selain itu, hal ini juga menyebabkan kualitas air yang buruk karena tercemar, sehingga tidak dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat Jakarta. Karena persoalan ini tidak segera diatasi efeknya telah terjadi kelangkaan air yang pertama kali muncul sekitar tahun 2012 di wilayah Jakarta Utara. Oleh karena itu, perlu pengelolaan air yang baik, salah satunya yang diterapkan di beberapa negara maju di dunia seperti di Amerika Serikat, Belanda, dan Jepang.

DAFTAR PUSTAKA

[1]    Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2012. Panduan Penggunaan Bangunan Gedung Hijau Jakarta. Vol. 5 Efisiensi Air. Hal 3. www.dppb.jakarta.go.id.

[2]    Hatmoko et al. 2013. Krisis Air dan Kelangkaan Air pada Wilayah Sungai di Indonesia.         Publication paper at https://www.researchgate.net/publication/318015189.

[3]    Samekto et al. 2010. Potensi Sumber Daya Air di Indonesia. Publication paper at                 https://www.researchgate.net/publication/265151944 on 09 February 2016.

[4]     Rohani Budi Prihatin. 2013. Info Singkat Kesejahteraan Sosial: Problem Air Bersih di Perkotaan. Vol. V, No. 07/I/P3DI/April/2013. Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. www.dpr.go.id.

[5]    Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2012. Panduan Penggunaan Bangunan Gedung Hijau Jakarta. Vol. 5 Efisiensi Air. Hal 4. www.dppb.jakarta.go.id.

[6]    Presiden Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air Pasal 37 ayat (1). www.dpr.go.id.

[7]    Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2012. Panduan Penggunaan Bangunan Gedung Hijau Jakarta. Vol. 5 Efisiensi Air. Hal 18. www.dppb.jakarta.go.id.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENCEMARAN AIR SUNGAI CILIWUNG SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB BANJIR DI DKI JAKARTA

Air Sungai Cisadane di Kota Tangerang Tercemar??

PENCEMARAN AIR LAUT OLEH TUMPAHAN MINYAK (OIL SPILL) BESERTA PENANGGULANGANNYA