Banjir Bandang di Kabupaten Lebak, Banten
Banjir Bandang di Kabupaten Lebak, Banten
Oleh Shafiya Yunka Putri (1806137210)
Departemen Geografi, FMIPA, UI
Bencana merupakan suatu peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh faktor alam maupun faktor non alam dan faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (BNPB[1], 2013). Bencana dapat berbentuk berbagai macam, salah satunya adalah banjir. Banjir merupakan bencana alam yang sering terjadi yang memiliki air yang banyak dan deras serta meluap (KBBI[2]). Hal itu dapat terjadi sebab jumlah air yang ada di danau, sungai, ataupun daerah aliran air lainnya yang melebihi kapasitas normal akibat adanya akumulasi air hujan atau pemampatan sehingga menjadi meluap. Banjir juga dapat diartikan sebagai suatu peristiwa yang terjadi saat aliran air yang berlebihan merendam suatu daratan. Selain itu juga banjir dapat didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang melebihi kapasitas pembuangan air disuatu wilayah dan menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu dkk[3], 2009).
Menurut Pusat Kritis Kesehatan Kemenkes RI (2018)[4], terdapat beberapa jenis banjir. Yang pertama yaitu banjir bandang yang merupakan banjir yang memiliki resiko paling berbahaya karena dapat mengangkut apa saja yang dilewatinya termasuk material-material padat berukuran besar seperti rumah. Kemudian ada banjir air yang merupakan banjir yang diakibatkan oleh luapan air, bisa dari selokan, sungai, atau danau yang tidak dapat tertampung. Lalu ada juga banjir lumpur yaitu banjir yang mirip dengan banjir bandang tetapi banjir lumpur ialah banjir yang keluar dari dalam bumi yang sampai ke daratan dan mengandung bahan yang berbahaya dan bahan gas yang mempengaruhi kesehatan makhuk hidup lainnya. Keempat yaitu banjir robb yang terjadi akibat air laut meluap, biasanya banjir ini menerjang kawasan di wilayah sekitar pesisir pantai. Yang terakhir yaitu banjir cileunang yang mempunyai kemiripan dengn banjir air , tetapi banjir cileunang terjadi akibat derasnya hujan yang tidak tertampung.
Setelah diketahui berbagai jenis banjir, ada juga faktor atau penyebab banjir itu terjadi. Menurut Kodoatie dan Sugiyanto (2002)[5], faktor penyebab terjadinya banjir dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu banjir alami dan banjir akibat tindakan manusia. Banjir alami dapat terjadi akibat curah hujan, pengaruh fisiografi, erosi dan sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainasi yang tidak memadai, dan pengaruh air pasang. Sedangkan faktor tindakan manusia berakibat pada perubahan-perubahan lingkungan seperti perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan pemukiman di sekitar bantaran, rusaknya drainase lahan, kerusakan bangunan pengendali banjir, rusaknya hutan (vegetasi alami), dan perencanaan sistem pengendali banjir yang tidak tepat.
Penyebab bencana banjir diatas pastinya banyak menimbulkan berbagai dampak terhadap lingkungan maupun masyarakat yang terdampak, dapat menimbulkan kerugian secara material dan non-material. Kesulitan air bersih pasti sangat berpengaruh terhadap masyarakat yang terdampak banjir baik untuk kebutuhan sehari-hari atau untuk kesehatan. Hal tersebut dapat menimbulkan korban jiwa dan penyebaran bibit-bibit penyakit. Masyarakat yang terdampak tidak dapat memenuhi kebutuhannya, karena banyak pertanian, ladang, tumbuhan-tumbuhan penyangga pangan yang rusak, sehingga mengakibatkan kenaikan harga pangan yang tinggi. Banyak juga fasilitas yang terendam banjir sehingga rusak dan mengalami kerugian tersendiri. Selain itu, dampak tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang panjang.
Pada permasalahan ini, saya mengambil salah satu contoh kasus banjir bandang yang terjadi pada awal tahun 2020 di Kabupaten Lebak, Banten. Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (BPS Provinsi Banten) tahun 2018[6], data curah hujan di Kabupaten Lebak, Banten memiliki rata-rata curah hujan menengah yaitu 100-300 mm/tahun. Seperti yang kita ketahui, bahwa pada daerah aliran sungai (DAS), air bergerak dari hulu (sumber) menuju ke hilir (muara). Kabupaten Lebak pada tanggal 1 Januari 2020 mengalami Banjir Bandang yang sangat besar dan mengakibatkan kerusakan pada rumah, jembatan, dan fasilitas lain serta menimbulkan korban jiwa. Hal tersebut terjadi karena adanya luapan air dari Sungai Ciberang yang berhulu di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir bandang tersebut terjadi karena adanya penambangan emas secara illegal di Taman Nasional Gunung Halimun Salak serta adanya perambahan hutan yang tak terkendali. Hal itu diketahui dengan memetakan Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan ditemukan sekitar 178 hektar wilayah yang dilakukan penambangan emas illegal. Hasil survey mengatakan setidaknya terdapat 10 blok penambangan emas illegal yang tersebar di Taman Nasional Gunung Halimun Salak yaitu blok Gunung Julang, Cibuluh, Sampay, Cidoyong, Cimari, Cirotan, Cikidang, Cimadur, Gang Panjang dan Cikatumbiri. Hasil dari lubang-lubang penambangan emas yang sebelumnya hanya dibiarkan saja, sehingga ketika hujan turun menyebabkan lubang tanah tersebut longsor dan tidak dapat tertahan oleh tumbuhan karena adanya perambahan hutan. Hasil pemetaan menggunakan drone juga ditemukan 33 titik tanah longsor yang tersebar di sepanjang aliran Sungai Ciberang dan empat aliran sungai lain, yakni Sungai Ciear, Cikutawungu, Ciladaeun dan Sungai Cihinis. Tanah akibat longsoran tadi akhirnya jatuh ke Sungai Ciberang dan air dari sungai tersebut pun meluap ke hilir, dimana bagian hilirnya adalah Kabupaten Lebak. Sehingga didapatkan bahwa 6 kecamatan yaitu Kecamatan Cipanas, Kecamatan Lebakgedong, Kecamatan Sajira, Kecamatan Curugbitung, Kecamatan Maja, dan Kecamatan Cimarga terdampak banjir bandang.
(sumber : banten.suara.com)
Dalam melakukan penanggulangan bencana banjir ini pastinya membutuhkan waktu yang sangat panjang. Dimulai dari pembersihan material-material yang terbawa banjir, bantuan berupa pangan dari Pemerintah, menyiapkan tempat pengungsian yang lebih baik dan juga melihat dan mengawasi kembali daerah Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang telah dieksploitasi sehingga dapat memperbaiki permasalahan yang telah terjadi. Pemerintah dan warga juga dapat melakukan penataan kembali daerah-daerah aliran air seperti Sungai Ciberang dan sungai lainnya agar dapat berjalan sesuai fungsi dan mengalirkan air tersebut ke laut sehingga tidak meluap ke daratan. Tidak lupa juga untuk melakukan reboisasi atau penanaman kembali tanaman atau tumbuhan yang sebaiknya tumbuh dengan rindang untuk mencegah adanya tanah longsor dan banjir.
Dapat disimpulkan bahwa bencana banjir merupakan suatu peristiwa yang disebabkan oleh faktor alam ataupun non alam dan juga manusia akibat suatu sungai atau daerah aliran air lainnya meluap melebihi kapasitas normal. Banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Lebak, Banten disebabkan ulah manusia dengan adanya perambahan hutan dan penambangan emas secara illegal yang mengakibatkan longsornya tanah akibat lubang-lubang bekas penambangan yang tidak direvitalisasi lagi dan mengakibatkan longsoran jatuh ke Sungai Ciberang yang berhulu di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, sehingga sungai meluap dan bergerak ke hilir (bagian darat Kabaputen Lebak) sehingga terjadi banjir bandang. Hal ini juga menjadi permasalahan yang membutuhkan jangka waktu yang panjang untuk memperbaikinya, ditambah lagi Pemerintah seharusnya lebih mengetatkan peraturan dan pengawalan mengenai perambahan hutan dan penambangan emas illegal agar tidak terjadi lagi serta memberikan sanksi yang besar.
Daftar Referensi :
· Arief Rosyidie, 2013. “Banjir: Fakta dan Dampaknya,Serta Pengaruh dari Perubahan Guna Lahan”. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
· Banjir Bandang hantam Kabupaten Lebak Banten (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-50979274) diakses pada 29 Mei 2020.
· Badan Pusat Statistik Provinsi Banten tahun 2018
· Banjir Bandang Lebak Terjadi akibat Penambangan Emas di Gunung Halimun Salak (https://regional.kompas.com/read/2020/01/04/14562491/banjir-bandang-lebak-terjadi-akibat-penambangan-emas-di-gunung-halimun-salak.) diakses pada 29 Mei 2020.
Komentar
Posting Komentar