DAS Citarum sudah tercemar sejak dahulu?

DAS Citarum sudah tercemar sejak dahulu?

Zakiy Akmal – 1806197714

Departemen Geografi, Universitas Indonesia

(Sumber: mangobay.co.id)

            Pada beberapa tahun terakhir, Indonesia sedang mengalami masalah lingkungan dan bencana alam. Salah satu masalah lingkungannya yaitu pencemaran air yang terjadi di DAS Citarum. Pencemaran air terjadi karena meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan industri yang mengakibatkan beban limbah industri dan domestik di Sungai Citarum menjadi meningkat[1]. Hal itu menyebabkan aliran sungai menjadi terhambat dan menimbulkan banjir. 

            DAS Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat, dengan luas sekitar  6.614  km² dan  panjang  sungai  269  km. DAS  Citarum  merupakan  tempat  keberadaan  3 waduk besar, yaitu Waduk Saguling, Waduk Cirata, dan Waduk Jatiluhur yang dapat menghasilkan daya listrik 5 milyar kwh/tahun atau setara dengan 16 juta ton BBM/tahun dan dapat mengairi jaringan irigasi pertanian seluas 300.000 ha di kawasan Pantura, Jawa Barat. DAS Citarum mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi dan kesejahteraan di Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Aliran Sungai Citarum digunakan untuk pertanian, perikanan, suplai air, industri, pembangkit tenaga listrik, dan tempat rekreasi[2].

            Kondisi pencemaran air dapat diketahui dengan keberadaan besar kecilnya muatan oksigen di dalam air. Untuk menentukan status muatan oksigen di dalam air perlu dilakukan pengukuran BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand). BOD merupakan angka indeks untuk tolok ukur tingkat pencemar dan limbah yang berada dalam sistem perairan[3]. Kebutuhan air bersih yang sangat penting dan dibutuhkan oleh semua warga Jawa Barat dan sekitarnya, mengharuskan masalah pencemaran air di DAS Ciatrum perlu segera diatasi.

            Dari hasil pengumpulan data berupa nilai BOD dari 45 titik sampel tahun 1994 – 1999, yaitu:


Tabel 1. Kandungan BOD pada Lokasi Titik Sampel di DAS Citarum (mg/l)

            Dari tabel diatas dapat diketahui nilai BOD tertinggi sebesar 378,87 mg/l terdapat pada lokasi sampel C39 yang berada di Cimahi Selatan, Kabupaten Bandung. Sementara, nilai BOD terendah sebesar 4,12 mg/l terdapat pada lokasi sampel C38 yang berada di Cisarua, Kabupaten Bandung. Dari nilai rata-rata BOD di DAS Citarum, tingkat pencemaran air dibagi menjadi 4 zona, yaitu zona agak tercemar (< 0,1 mg/l), kritis tercemar (0,1 – 1 mg/l), sangat tercemar (1 – 2 mg/l), dan tercemar berat (> 2 mg/l). Dari tingkat pencemaran tersebut, berikut adalah peta tingkat pencemaran DAS Citarum. Sementara, pemantauan terakhir dibeberapa titik Sungai Citarum menunjukan kebutuhan oksigen biologis maksimal mencapai 2,284 kilogram per hari dan kebutuhan oksigen kimia mencapai 10,673 kilogram per hari. Sedangkan kadar besi (fe) terlarut maksimal 23,4 kilogram per hari, mangan (Mn) 8, 29 kilogram per hari, tembaga (Cu) mencapai 51,1 kilogram per hari, dan seng (Zu) mencapai 57,3 kilogram per hari[4]. Berdasarkan nilai COD tersebut terbukti bahwa kualitas air Sungai Citarum sudah tercemar dan tidak layak digunakan untuk sumber air minum dan perikanan.


Gambar 1. Peta Zonasi Tingkat Pencemaran Air DAS Citarum

(Sumber: Andriati C. dan Budi H., 2010)

              Dari peta zonasi tingkat pencemaran air di DAS Citarum dapat diketahui pada zona agak tercemar terdapat di sisi barat sampai utara dan sisi selatan DAS Citarum. Total luas zona agak tercemar seluas 248.404,76 ha (54,46% dari luas DAS Citarum). Pada zona kritis tercemar terdapat di tiga lokasi dalam DAS Citarum meliputi sub-DAS Cisokan di Kabupaten Cianjur, Sebagian kecil sub-DAS Cimeta, Kabupaten Bandung, DAS Cikapundung, dan DAS Citarum hulu. Total luas zona kritis tercemar seluas 54.686,95 ha (11,99% dari luas DAS Citarum). Pada zona sangat tercemar terdapat pada dua lokasi yaitu area pertama berada di area timur meliputi sub-DAS Cisokan dan Ciminyak, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung. Area kedua berada di sebelah selatan sub-DAS Citarik. Total luas zona sangat tercemar seluas 73.282,05 ha (16,07% dari luas DAS Citarum). Pada zona tercemar berat berada di area tengah sampai timur yang berada pada wilayah Kota Cimahi, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Sebagian kecil wilayah Kabupaten Sumedang. Total luas zona tercemar berat seluas 79.779,88 ha (17,49% dari luas DAS Citarum).

            Jika dilihat dari tutupan lahan di DAS Citarum berdasarkan peta penutup lahan hasil interpretasi citra satelit Landsat TM wilayah DAS Citarum perekaman pada tahun 2000.


Gambar 2. Kondisi Penutup Lahan DAS Citarum Tahun 2000
(Sumber: Andriati C. dan Budi H., 2010)

            Jenis penutup lahan yang paling dominan adalah sawah, hutan, dan kebun campuran yang mempunyai luasan diatas 20%, permukiman 5,23%, dan industri 0,49% dari luasan DAS Citarum. Namun, luas permukiman dan industri pada wilayah zonasi tercemar berat meningkat setiap tahunnya sementara luasan vegetasi terus berkurang. Hal itu yang menyebabkan area permukiman berada di area zona tercemar berat yang berada di Kota Bandung dan Kota Cimahi. Hal tersebut membuktikan bahwa daerah permukiman menjadi salah satu yang menjadi sumber pencemaran air di DAS Citarum. Jenis limbah yang berasal dari daerah permukaan yaitu limbah domestik. Limbah domestik biasanya berupa sampah organik dan anorganik. Contoh limbah domestic, seperti sisa-sisa sayuran, buah-buahan, daun-daunan, kertas, plastik, kaca, gelas, kain, kayu, logam, karet, dan kulit. Menurut Kepala LPTB LIPI, Sri Priatni menjelaskan bahwa pencemaran terbesar Sungai Citarum berasal dari limbah rumah tangga yang mempunyai keterlibatan antara 60% – 70% dari beban pencemar yang ada[5]. Hal itu terbukti dari kadar bakteri e-coli di sungai citarum mencapai 50.000/100 ml yang berasal dari limbah domestik dari masyarakat yang pencemarannya mencapai 47,8%[6]. Sedangkan, pada tahun 2019 limbah industri yang berasal dari 2.700 industri sedang dan besar yang membuang limbahnya ke Sungai Citarum, dengan rincian 53% tidak terkelola[7].


(Sumber: cnnindonesia.com)

            Pada limbah permukiman seperti deterjen. Deterjen hampir digunakan oleh setiap rumah tangga untuk kegiatan mencuci pakaian. Deterjen ini sulit diuraikan oleh bakteri sehingga teteap aktif untuk jangka waktu yang panjang. Penggunaan deterjen secara berlebihan akan meningkatkan senyawa fosfat pada air sungai yang dapat menimbulkan tumbuhnya ganggan dan eceng gondok. Pada limbah pertanian atau perkebunan seperti pestisida dan pupuk dapat mencemari air. Limbah pupuk mengandung fosfat yang dapat menimbulkan pertumbuhan ganggang dan eceng gondok, sama halnya dengan deterjen. Sementara, limbah pestisida mempunyai aktivitas dalam jangka waktu yang lama dan ketika terbawa aliran air dapat mematikan hewan yang berada di dalam sungai, seperti ikan, udang, dan hewan lainnya. Pestisida memnpnyai sifat yang tidak larut dalam larut. Hal itu yang dapat membahayakan mikroorganisme yang mengonsumsi air yang sudah terkontaminasi pestisida. Pada biasanya limbah industri berupa limbah B3, yaitu bahan berbahaya dan beracun. Menurut PP No.18 Pasal 1 Tahun 1999 menyebutkan bahwa sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup sehingga membahayakan kesehatan serta kelangusngan hidup manusia dan makhluk lainnya. Sifat limbah B3 bersifat korosif, beracun, mudah terbakar dan meledak.


(Sumber: mangobay.co.id)

            Dalam kasus pencemaran air Sungai Citarum yang menjadi faktor penyebab pencemaran air Sungai Citarum secara signifikan yaitu karena meningkatnya jumlah penduduk dan pesatnya perumbuhan industri. Hal ini mengakibatkan beban limbah industri dan domestik ke Sungai Citarum menjadi meningkat dan mengakibatkan Sungai Citarum menjadi tercemar. Pada wilayah Kota Bandung dan Kota Cimahi terdapat banyak lahan permukiman dan industri hal ini mengindikasikan bahwa banyaknya industri dan permukiman di daerah tersebut yang menjadi sumber pencemaran air sehingga menyebabkan kawasan Bandung dan sekitarnya merupakan zona tercemar berat. Oleh karena itu, untuk mengatasi pencemaran air Sungai Citarum perlunya peran pemerintah dalam memangkas beban pencemaran. Pemerintah harus melakukan audit lingkungan secara emnyeluruh terhadap DAS Citarum untuk mengetahui sumber-sumber pencemar. Selain itu, peran masyakat juga penting untuk kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah dan limbah ke sungai serta peran pelaku industry seharusnya memiliki kesadaran agar menjadaga kelestarian alam sehingga pembuangan limbah dapat dikelola dengan baik dan tidak merusak alam sekitar. Untuk melakukan rehabilitasi DAS Citarum dengan melakukan reboisasi pada daerah sempadan, penegakan tata ruang, mempertahankan wilayah resapan serta edukasi dan pemberdayaan masyarakat di hulu sampai hilir sungai.

           



Referensi:

[1] Cahyaningsih, A., & Harsoyo, B. (2010). Distribusi spasial tingkat pencemaran air di das citarum. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, 11(2), 1-9.

[2] Soetrisno, Y. (2001). Status Dan Karakteristik Pencemaran Di Waduk Kaskade Citarum. Jurnal Teknologi Lingkungan, 2(2).

[3] Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

[4] Setiady, T. (2017). PENCEGAHAAN PENCEMARAN AIR SUNGAI CITARUM AKIBAT LIMBAH INDUSTRI. Yustitia, 3(2), 185-198.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENCEMARAN AIR SUNGAI CILIWUNG SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB BANJIR DI DKI JAKARTA

Air Sungai Cisadane di Kota Tangerang Tercemar??

PENCEMARAN AIR LAUT OLEH TUMPAHAN MINYAK (OIL SPILL) BESERTA PENANGGULANGANNYA