Dampak Aktivitas Perdagangan di Pasar Terapung Terhadap Sungai-sungai di Kalimantan

  Penulis: Rahmawati Rahayu


             Pulau Kalimantan terletak di antara Pulau Sumatera dan Pulau Sulawesi dengan luas wilayah 736.000 km2. Dalam literatur barat umumnya menyebut Kalimantan dengan nama Borneo yang berasal dari kata Brunai yang merupakan Kesultanan Brunei yang terletak di pesisir utara yang dahulu pernah menguasai sebagian besar wilayah barat setra utara Pulau Kalimantan.  Arti Kalimantan dalam bahasa lokal adalah pulau yang memiliki banyak sungai, yang terdiri dari kata ‘kali’ yang berarti sungai dan ‘mantan’ yang berarti banyak.[1] Oleh karena itu, Kalimantan dikenal juga dengan julukan ‘pulau seribu sungai’.  Tercatat kurang lebih terdapat 58 sungai di seluruh pulau ini. Bahkan tiga sungai terpanjang di Indonesia berada di Pulau Kalimantan, yaitu Sungai Kapuas yang terletak di Kalimantan Barat dengan panjang total 1.143 km, Sungai Mahakam yang terletak di Kalimantan Timur dengan panjang total 920 km, dan Sungai Barito yang melewati Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan dengan panjang total 909 km.[2]

        Sungai memiliki banyak fungsi, di antaranya sebagai penampung air hujan yang turun, sebagai energi alternatif pembangkit listrik, sebagai pusat ekosistem, dan sebagai sarana transportasi. Di Pulau Kalimantan sendiri, aliran sungai memiliki fungsi yang penting dalam mendukung perkembangan perekonomian, yaitu sebagai sarana transportasi dan distribusi barang. Sarana transportasi sungai menjadi alternatif sarana di kala sarana transportasi darat tidak dapat dimanfaatkan. Barang-barang yang didistribusikan terutama adalah barang kebutuhan pokok berupa komoditas hasil perkebunan, pertambangan, dan industri.[3] Dalam pendistribusian hasil perkebunan dapat diketahui dari banyaknya pasar-pasar terapung di Pulau Kalimantan, seperti pasar terapung di Desa Kuin dan di Desa Lok Baintan. Pasar terapung sendiri merupakan pasar yang berada dan seluruh aktivitasnya dilakukan di atas air dan terdapat di kawasan yang memiliki banyak sungai-sungai besar atau anak sungai dan danau dimana warga atau masyarakat lokal banyak melakukan aktivitas atau kegiatan sehari-harinya di atas air. Pasar terapung di Kalimantan diperkiraan sudah eksis di era Kesultanan Banjar yang masih lestari.

Gambar 1. Aktivitas perdagangan Pasar Terapung Lok Baintan, Banjar

Sumber:  beritagar.id

        Sumber pencemaran air sangat ditentukan oleh jenis kegiatan serta pemanfaatan sumber daya air oleh manusia yang berada disekitar air tersebut. Aktivitas yang dilakukan oleh rumah tangga, pertanian dan industri serta perdagangan tentunya menimbulkan limbah yang jika tidak diolah dengan baik akan memberi dampak pada penurunan kualitas lingkungan (Suriawiria, 2003). Perubahan pola konsumsi masyarakat terjadi akibat semakin tingginya jumlah populasi penduduk dan laju perkembangan perkotaan. Dengan luas lahan yang tetap, kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan daya dukung lingkungan. Di samping itu, perubahan atau degradasi pada lingkungan hidup juga disebabkan oleh perilaku masyarakat  (Susilo, 2012). Berdasarkan  Supratiwi (2014) bahwa sekitar 60-70% pencemaran sungai disebabkan oleh limbah domestik, sedangkan limbah yang dapat diolah hanya 6,1%. Walaupun penurunan pencemaran sungai akibat limbah industri telah mencapai 40%, tingginya kontribusi limbah pemukiman menyebabkan sungai masih terus tercemar.[4] Tingkat pencemaran sungai dapat mempengaruhi daya tampung sungai. Semakin tinggi tingkat pencemaran sungai maka dapat mengurangi daya tampung bahkan dapat melampaui daya tampung sungai tersebut. Sehingga kualitas air menjadi menurun sebagai akibat dari masuknya berbagai limbah, baik limbah cair maupun padat ke dalam aliran air.

             Limbah domestik terdiri dari sampah organik, sampah anorganik, dan deterjen. Sampah organik merupakan sampah yang dapat diuraikan atau dibusukkan oleh bakteri seperti sisa sayuran, buah-buahan, dan daun-daunan. Sedangkan sampah anorganik seperti plastik, kaca, logam, dan karet. Sampah anorganik ini tidak dapat diuraikan bakteri (non-biodegrable).[5] Air limbah domestik mengandung sampah padat dan cair yang diantaranya memiliki sifat mengandung bakteri, terdapat bahan organik sehingga nilai BOD tinggi, nilai oksigen terlarut rendah, mengandung sampah padat dan cair yang mengapung di permukaan, serta material pembusukan tumbuhan air akan mengendapkan dan menyebabkan pendangkalan. Pencemaran akibat air limbah domestik menyebabkan menurunnya kualitas air sungai dan menurunkan kemampuan dalam mendegradasi bahan organik yang terkandung pada air limbah tersebut. Bahkan di Sungai Martapura dilakukan kegiatan sosial untuk membersihkan sampah yang menumpuk oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Banjarmasin dan Komunitas Kelotok Wisata yang dibantu juga beberapa pedagang pasar terapung yang rela meluangkan waktu untuk ikut membersihkan sampah di sungai. Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Mokhamad Khuzaimi mengemukakan bahwa mengurai sampah yang telah menumpuk dengan menggunakan kapal sapu-sapu dirasa kurang efektif. Disamping jumlah sampah yang melebihi 500 ton, kapal dari Dinas PUPR tersebut juga kurang maksimal.[6]

Gambar 2. Seorang pedagang Pasar Terapung yang membersihkan limbah di Sungai Martapura

Sumber: apahabar.com

            BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991). Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai.[7] Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan. Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap (20oC) yang sering disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5 (DOi - DO5) merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L). Pengukuran oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode Winkler, iodometri) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe khusus.

                Nilai oksigen yang terlarut rendah disebabkan karena  sampah anorganik ke sungai dapat menghalangi cahaya matahari sehingga menghambat proses fotosintesis dari tumbuhan air dan alga yang menghasilkan oksigen. Pertumbuhan eceng gondok dan ganggang yang tidak terkendali juga dapat menyebabkan permukaan air sungai menjadi tertutup.

            Solusi untuk mengatasi limbah-limbah tersebut, selain dari kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan, khususnya penjual dan pembeli agar tidak membuang kantung plastik dan sisa-sisa barang dagangan ke sungai secara langsung, juga dapat dibuatkan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).  IPAL (Wastewater Treatment Plant, WWTP) adalah sebuah struktur yang dirancang untuk membuang limbah biologis dan kimiawi dari air sehingga memungkinkan air tersebut digunakan pada aktivitas lain.[8] Regulasi mengenai pengolahan limbah diatur dalam Peraturan Pemerintah atau PP. Yakni PP No 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut. Tepatnya pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 12, dan pasal 13. IPAL memastikan cairan sisa proses domestik ataupun industri aman dimanfaatkan kembali ataupun dibuang ke lingkungan. Dimana proses pengolahan diawali dengan memompa air baku dari bak penampungan untuk diinjeksikan dengan PAC dan ferrosulfat. Proses berlanjut dengan dilewatkan pada static mixer agar terjadi pencampuran yang baik. Air baku yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan kembali ke bak koagulasi-flokulasi yang kurang lebih membutuhkan waktu tinggal 2 jam. Sesudahnya air dari bak dipompa menuju saringan multimedia, saringan karbon aktif, dan kemudian ke saringan penukar ion.

Gambar 3. IPAL untuk pengelolaan air yang tercemar
Sumber: tanindo.net

                Maka dari itu, seluruh pihak ikut turut berperan dalam menjaga lingkungan. Tak terkecuali pemerintah yang telah mengeluarkan regulasi agar lebih tegas lagi dalam hal pelaksanaan dan pengawasan.

               

Referensi:

 [1]Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia [Kemendikbud RI]. 2019. Bumi Borneo.    https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbkaltim/pulau-kalimantan/ (diakses pada hari Minggu, 31 Mei 2020              pukul 06.19 WIB)

[2]Vannisa. 2019. 10 Sungai Terpanjang di Indonesia dan Letaknya Lengkap Serta Ukurannya.                            https://perpustakaan.id/sungai-terpanjang-di-indonesia/ (diakses pada hari Minggu, 31 Mei 2020 pukul 14.18            WIB)

[3]Bank Indonesia [BI]. 2019. Pemanfaatan Sungai di Kalimantan Tengah. https://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-    ekonomi-regional/kalteng/Documents/0c1ff9fcfe734854b82b2075218cc2b4MicrosoftWordBoksPemanfaatanSungaidiKalima ntanTeng.pdf (diakses pada hari Minggu, 31 Mei 2020 pukul 07.03 WIB)

[4]Kospa, Herda S.D., dan Rahmadi. 2019. Pengaruh Perilaku Masyarakat Terhadap Kualitas Air di Sungai Sekanak Kota Palembang. Jurnal Ilmu Lingkungan, 17 (2): 212-221.

[5]Badan Lingkungan Hidup [BLH]. 2016.Penyebab dan Dampak Pencemaran Air Oleh Limbah Pemukiman.    https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/penyebab-dan-dampak-pencemaran-air-oleh-limbah-pemukiman-25                (diakases pada hari Minggu, 31 Mei 2020 pukul 10.21 WIB)

[6]Nazmudin. 2018. Acil Pasar Terapung Ikut Urai Sampah Sungai Bawah Jembatan.                                            https://apahabar.com/2018/12/acil-pasar-terapung-ikut-urai-sampah-sungai-bawah-jembatan/ (diakses pada hari    Minggu, 31 Mei 2020 pukul 09.43 WIB)

[7]Atima, W.A. 2015. BOD dan COD Sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku Mutu Air Limbah. Jurnal Biologi SKL, 4 (1): 83-98.

[8]Anwariani, Destari. 2019. Pengaruh Air Limbah Domestik Terhadap Kualitas Sungai. Jakarta: Universitas Trisakti.

[9]Patrick. 2016. Sistem IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). https://www.tanindo.net/ipal-instalasi-pengolahan-air-limbah/ (diakses pada hari Senin, 1 Juni 2020 pukul 14.57 WIB)


Komentar

  1. Numpang promo ya Admin^^
    ajoqq^^cc
    mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
    mari segera bergabung dengan kami.....
    di ajopk.biz...^_~3:23 PM 15-Sep-20
    segera di add Whatshapp : +855969190856

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Banjir Jakarta Awal Tahun 2020 dan Solusinya

Kemana “Seharusnya” Air Jakarta Pergi?

PENCEMARAN AIR SUNGAI CILIWUNG SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB BANJIR DI DKI JAKARTA