Manajemen Banjir di Sub DAS Dengkeng yang Baik?

Ahmad Amanatunnawfal Ammar (1806197701)

Departemen Geografi, FMIPA, Universitas Indonesia

Kampus UI Depok, Kota Depok, Jawa Barat 16424

Banjir adalah fenomena yang terjadi pada daerah yang secara topografis dan geomorfologis bersifat kering, yaitu bukan merupakan wilayah yang biasanya tergenang oleh air (Seyhan, 1990) [1]. Banjir dapat terjadi akibat naiknya permukaan air diakibatkan curah hujan yang di atas normal, perubahan suhu, tanggul, atau bendungan yang rusak [2]. Banjir sebenarnya terjadi apabila wilayah yang sudah secara lazim memiliki genangan dalam selang waktu tertentu ditempati oleh manusia.

Sub DAS Dengkeng adalah bagian dari wilayah DAS Bengawan Solo yang berada di enam kabupaten, yaitu Kabupaten Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Gunung Kidul, Boyolali, dan Sleman [5]. Hal yang harus diketahui sebagai tahap pertama manajemen banjir adalah mengetahui karakteristik dan penyebab banjir melalui literatur [8]. Banjir terparah yang terjadi pada awal bulan Januari tahun 2008 di DAS Bengawan Solo disebabkan oleh curah hujan di atas normal, morfogenesa daerah, perubahan alih fungsi lahan, dan potensi air sungai yang sudah tidak mampu menampung perubahan meteorologi dan klimatologi Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo di bagian hulu (Anna, 2010) [6].


Strategi Manajemen Banjir di Sub DAS Dengkeng (diadopsi dari [8])

1. Riset Karakter Banjir


Tabel Penggunaan Tanah Tahun 2006, Rencana Penggunaan Tanah Tahun 2025, serta Luas Kawasan yang Belum Direhabilitasi (Hutan, Lahan, dan Pengembalian Fungsi DAS)  [4]
Hidrograf banjir 50 Tahun CN 2006 dan CN 2025 [4]

Dengan debit banjir rancangan yang dihitung dengan analisis frekuensi menggunakan metode Log Pearson Tipe III, diketahui pola hidrograf debit puncak di Sub DAS Dengkeng, untuk kala ulang 2 tahun debit puncaknya sebesar 476,63 m3/s, 5 tahun 597,63 m3/s, 10 tahun 659,28 m3/s, dan 25 tahun 721,96 m3/s Kemudian dibuat simulasi banjir  rencana tataguna lahan hingga tahun 2025, hasilnya pada tahun 2025 nilai CN turun dari 71,74 menjadi 42,51, debit puncak untuk kala ulang 50 tahun mengalami penurunan sebesar 256 m3/s [4]. Nilai Curve Number dipengaruhi oleh tipe tanah, tanaman penutup, tataguna lahan, kelembaban, dan cara pengelolaan tanah sehingga menggambarkan retensi potensial maksimum yang memberikan pengaruh kepada hujan efektif [4]. 

Peta Kerawanan Banjir Sub DAS Dengkeng [5]

Setelah mengetahui karakteristik dan penyebab banjir, harus diketahui wilayah-wilayah yang berpotensi banjir sehingga dapat digunakan analisis identifikasi zona rawan banjir [5]. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009, parameter yang menjadi penentu kerawanan banjir adalah curah hujan, jenis tanah, kemiringan lahan, jaringan sungai, dan penggunaan lahan [5]. Sehingga hasilnya diperoleh dengan klasifikasi kerawanan banjir 58 – 66 (Sangat Rawan), 50 – 57 (Rawan), 42 – 49 (Cukup Rawan), 34 – 41 (Agak Rawan), dan 25 – 33 (Tidak Rawan) [5]. Dari peta, wilayah yang sangat rawan adalah Desa Karangdowo, Cawas, Tawangsari, Weru, dan Butu. Wilayah yang rawan adalah hampir seluruh desa, kecuali Desa Musuk, Kemalang, Jatianom, dan Tulung. Sedangkan untuk wilayah yang cukup rawan lebih banyak di Desa Kemalang, Musuk, Manisrenggo, Karangnongko, Jatinom, Tulung, Wedi, Bayat, Gedangsari, Semin, Ngawen, dan Butu. Sedangkan untuk wilayah yang agak rawan terdapat di Desa Kemalang, Musuk, Wedi, Gedang Sari, dan Butu walaupun proporsinya sedikit. Dan wilayah yang tidak rawan hanya di Desa Kemalang dan Musuk.

2. Pencegahan Banjir

Grafik Selisih Tinggi Muka Air Diukur Berdasarkan Jarak dari Bendungan [7]

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara struktural maupun nonstruktural, dengan cara struktural misalnya adalah dengan pembangunan waduk atau bendungan [8]. Diketahui bahwa bendungan terbukti efektif dalam manajemen sumber daya air di Sub DAS Dengkeng [8]. Semakin jauh dengan bendungan, maka perbedaan selisih tinggi air sumur pada musim hujan dan kemarau semakin tinggi disebabkan karena debit yang semakin berkurang dari rembesan aliran air tanah [7]. 

3. Kesiapan

Peta Rencana Induk Pengelolaan Pengendalian Banjir DAS Bengawan Solo [3]

Kesiapan dilakukan dengan sistem peringatan dan evakuasi serta mitigasi [8]. Mitigasi membutuhkan campur tangan berbagai pihak terutama kerjasama antar wilayah yang tidak terkena banjir dan yang tidak terkena banjir daripada hanya mengandalkan BPBD dan pemerintah daerah masing-masing, agar berlangsung dengan baik sesuai dengan peta rawan banjir dan peta mitigasi banjir. Informasi dini mengenai banjir dari hulu ke hilir dapat disebarkan melalui SMS Gateway [9]. 

4. Respon

Selanjutnya adalah respon yang merupakan aksi langsung yang dilakukan sebelum banjir, saat banjir terjadi, dan setelah banjir. Menurut Asdak (1995), seringkali di Indonesia terjadi fragmentasi dalam pembagian wewenang [11].  Perlu adanya sistem yang terdiri dari wilayah-wilayah interpendensi satu sama lain. Dalam hal ini perlu adanya koordinasi dengan BPBD, Bencana Daerah, rumah sakit, tenaga, sarana, dan prasarana di DAS Bengawan Solo [11]. Penyusunan peta geomedik dapat membantu sebagai acuan untuk kesiapsiagaan dan kegawatdaruratan [11].

5. Pemulihan

Langkah yang terakhir adalah pemulihan yang sebenarnya merupakan bagian dari respon atau bentuk dari respon [8]. Dari hasil simulasi pengaturan tataguna lahan untuk 15 tahun terhitung dari 2010, menunjukkan bahwa nilai CN berkurang dari 71,4 menjadi 42,51 [4]. Penting juga untuk menentukan merelokasi masyarakat ke daerah yang tidak rawan banjir berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 [10].Terdapat beberapa hal lain juga yang perlu diperhatikan seperti menyediakan lahan baru untuk industri, wilayah sempadan sungai dimanfaatkan untuk kepentingan hidrologis, dll. Untuk ke depannya, perlu terdapat model hidrologis/hidraulik dan perencanaan pengamanan banjir yang lebih akurat dan koordinasi antar kabupaten/kota, sehingga manajemen banjir dapat dilakukan lebih mudah. Namun diperoleh kesimpulan bahwa inti dari masalah banjir adalah untuk meningkatkan kapasitas infiltrasi atau mengalirkan limpasan ke wilayah yang dapat menampung atau menyerap air dengan baik atau dengan mengatur penggunaan tanah agar stabilitas kapasitas infiltrasi meningkat di wilayah sangat rawan, agak rawan banjir, dan kurang rawan banjir yang tentunya harus sigap. Dilansir dari Tribunjogja.com (28 Januari 2020) bahwa masih ada beberapa bangunan yang berada di sempadan Sungai Dengkeng, kemudian baru diratakan setelah terjadi banjir bukan sebelum banjir [12] sehingga wajar apabila masih terjadi luapan sungai.

Referensi

[1] Novaliadi, D., dan Hadi, M. P. Pemetaan Kerawanan Banjir dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis di Sub DAS Karang Mumus. Jurnal Bumi Indonesia, Vol. 3, No. 4. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

[2] Nisarto, Funneri. (2016). Pemetaan Kerawanan Banjir Daerah Aliran Sungai Tangka. Skripsi. Makassar: Fakultas Kehutanan Unhas.

[3] Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia. (2010). Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Bengawan Solo. Jakarta: Kementerian PUPR.

[4] Aurdin, Yulyana. (2014). Pengaruh Perubahan Tataguna Lahan terhadap Karakteristik Hidrograf Banjir (Studi Kasus DAS Dengkeng dan DAS Jlantah Bagian Hulu Bengawan Solo Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah). Jurnal Tekno Global, Vol. 3, No. 1, hlm. 1 – 13. Palembang: Fakultas Teknik UIGM.

[5] Aji, M. D., Sudarsono, B., dan Sasmito, B. Identifikasi Zona Rawan Banjir Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus: Sub DAS Dengkeng). Jurnal Geodesi Undip, Vol. 3, No. 1, hlm. 36 – 50. Semarang: Fakultas Teknik Undip.

[6] Anna, A. F., Suharjo., dan Priyana, Y. (2015). KAJIAN BIOFISIK LAHAN UNTUK PENILAIAN KERENTANAN BANJIR DI DAS BENGAWAN SOLO HULU. University Research Colloquium. Surakarta: Fakultas Geografi UMS.

[7] Susilowati. (2007). Analisis hidrograf aliran sungai dengan adanya beberapa bendung kaitannya dengan konservasi air. Tesis. Surakarta: Fakultas Geografi UMS.

[8] Junaidi, A., Nurhamidah, N., dan Daoed, D. (2018). Future Flood Management Strategies in Indonesia. MATEC Web of Conferences, Vol. 229, No. 1014. Paris: Web of Conferences.

[9] Sa’adah, et al. (2013). MITIGASI DAN EVAKUASI BANJIR BENGAWAN SOLO BERBASIS SMS GATEWAY. Artikel Penelitian. Surabaya: Politeknik Elektronika Negeri Surabaya.

[10] Maulana, A. M. dan Pradana, A. G. B. Pembelajaran Penanggulangan Bencana Banjir di Tiga Daerah. Jakarta Timur: Balai Pustaka.

[11] Miharesti, E. S. M. (2014). Evaluasi Perencanaan Prabencana Banjir Bengawan Solo Kabupaten Bojonegoro Tahun 2014. Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 4, No. 2, hlm. 262 – 274. Surabaya: Departemen Epidemiologi FKM Unair. 

[12] Mahrizal, Victor. (2020). Diduga Jadi Penyebab Banjir, 3 Bangunan di Sepadan Sungai Dengkeng Dirobohkan. 28 Januari: https://jogja.tribunnews.com/2020/01/28/diduga-jadi-penyebab-banjir-3-bangunan-di-sepadan-sungai-dengkeng-dirobohkan, diakses pada 31 Mei 2020, pukul 22:27.

 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENCEMARAN AIR SUNGAI CILIWUNG SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB BANJIR DI DKI JAKARTA

Air Sungai Cisadane di Kota Tangerang Tercemar??

PENCEMARAN AIR LAUT OLEH TUMPAHAN MINYAK (OIL SPILL) BESERTA PENANGGULANGANNYA