Pencemaran Anak Sungai dan Saluran Drainase yang Bermuara ke Sungai Kapuas, Pontianak
Nasyitha
Valia - 1806186465
Departemen
Geografi, FMIPA, Universitas Indonesia
Kalimantan
Barat yang beribukotakan Pontianak mamiliki sungai yang terpanjang di Pulau
Kalimantan bahkan di Indonesia dengan Panjang 1.178 KM, sungai tersebut bernama
sungai Kapuas. Sungai Kapuas mengalir dari Kapuas hulu hingga muaranya yang disebut
sungai Kapuas, kata Kapuas diambil dari nama sebuah daerah di wilayah tersebut.
Sungai Kapuas mengalir melewati Kota Pontianak serta menjadi muara dari saluran
- saluran drainase di Kota tersebut. Saluran – saluran drainase yang ada di Kota Pontianak tersebut
mempengaruhi kuantitas dan kualitas air di sungai Kapuas. Berikut merupakan
sungai Kapuas yang mengalir di Kalimantan Barat :
Gambar
1. (Sumber
: Google Earth Pro)
Semakin
tinggi laju pertemubuhan penduduk di wilayah tersebut, maka tingkat pencemaran
air di sungai Kapuas juga akan semakin tinggi, karena akan semakin tinggi juga
aktivitas masyarakat di sekitarnya, seperti membuang limbah rumah tangga
langsung ke saluran drainase, mandi serta cuci langsung di sumber air, dsb.
Selain berasal dari aktivitas manusia, pencemaran air ini juga diakibatkan dari
perubahan penggunaan atau tata guna lahan, dari hutan atau daerah pertanian
menjadi lahan terbangun seperti permukiman, dsb. Hal tersebeut menyebabkan
tingginya jumlah air buangan karena tidak tersedianya Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) di wilayah terbangun tersebut.
Kualitas
air pada enam saluran drainase yang bermuara di sungai Kapuas yaitu Parit Gang
Pisang, Parit Gang Timun, Sungai Beliung, Parit Tengah, Sungai Serok, dan
Sungai Nipah Kuning di pengaruhi oleh tata guna lahan dan aktivitas
disekitarnya, karena air dari keenam saluran drainase tersebut dimanfaatkan
masyarakat yang tinggal disekitarnya untuk kehidupan sehari-hari. Penyebab
terjadinya pencemaran air pada saluran drainase ialah berasal dari air limbah
domestik lahan terbangun seperti permukiman, tempat perdagangan, dsb yang ada
di daerah tersebut. Keberadaan saluran drainase di Kota Pontianak merupakan hal
yang paling berpengaruh serta berperan aktif menyumbangkan beban pencemar
terhadap sungai Kapuas. Apabila saluran drainase di Kota Pontianak tercemar,
maka sungai Kapuas juga akan tercemar.
Gambar
2. (Sumber
: Pontianak.tribunnews.com)
Dalam melihat tingkat suatu pencemaran air
dapat dengan melihat kadar nilai beberapa parameter yaitu, Suhu, pH, BOD (Biochemical
Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), Fosfat total dan
Nitrogen total. Kadar nilai yang diperoleh dari parameter – parameter tersebut
kemudian dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemar Air untuk melihat nilai baku mutu air berdasarkan
kelas dan kategorinya yang terbagi dalam empat kelas.
Ciri
– ciri dasar atau umum yang menandakan air mengalami pencemaran seperti,
memiliki suhu yang lebih tinggi dari suhu daerah sekitarnya, memiliki pH tidak
normal yaitu <6 atau >8, terjadi perubahan warna atau warna pada air
tidak jernih, air mempunyai bau, air memiliki rasa dan terdapat endapan,
koloidal dan bahan terlarut.
Dilansir
dari tribunpontianak.co.id (01/05/18), Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota
Pontianak, Tinorma Butar Butar mengatakan
bahwa kualitas parit di Kota Pontianak kondisinya sangat memperhatikan, tingkat
pencemaran telah diambang batas karena aktivitas industry dan limbah rumah
tangga. Setelah pihaknya melakukan uji kulitas air di sejumlah titik yang
mengalir serta daerah aliran sungai di Kota Pontianak, hanya terdapat 1 parit
yang masuk kedalam kelas 3 dan sisanya masuk ke kelas IV yang menandakan parit
tersebut sudah tidak layak di pakai oleh manusia. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kelas air terbagi dalam empat kelas.
Posisi paling bawah atau paling buruk di nomor IV. Dalam aturan itu, kelas IV
berarti air di lokasi peruntukannya hanya bisa untuk pengairan tanaman atau
peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air sama dengan kegunaan tersebut.
Dalam
menanggulangi masalah pencemaran air yang terjadi di Kota Pontianak ialah
dengan membuat Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) disetiap pelaku usaha dan
di wilayah lahan terbangun, sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup dan Permen LH Nomor 27
Tahun 2012, semua pelaku usaha wajib memiliki izin pengelolaan lingkungan di
mana salah satu yang diamanahkan adalah pembuatan IPAL "Setiap tempat
usaha itu yang menghasilkan limbah wajib memiliki IPAL, mereka tidak boleh
langsung membuang ke parit”. Namun, IPAL ini tidak hanya dibangun tetapi juga
digunakan sebaik mungkin untuk mengurangi bahkan mencegah pencemaran air di
Kota Pontianak secara berkelanjutan. Dalam hal ini butuh Kerjasama antara
ketegasan pemerintah dan kepedulian masyarakat, pemerintah harus memiliki
ketegasan, pengawasan lebih dan penertiban yang ketat terhadap pelaku usaha dan
juga masyarakat yang melakukan aktivitas di sekitarnya. Selain itu dapat dilakukan
peningkatan analisis dan identifikasi sumber pencemaran air dan
lokasi-lokasinya, serta dapat dipetakan lokasi-lokasi berdasarkan tingkat
pencemarannya dan sumber pencemarannya dengan parameter Suhu, pH, BOD (Biochemical
Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), Fosfat total dan
Nitrogen total, sehingga dapat diketahui mana saja daerah yang perlu perhatian
khusus dan lebih. Meskipun usaha dengan sosialisasi tidak terlalu berpengaruh
dalam menghadapi masalah pencemaran air ini, namun sosialisasi tetap harus
dilakukan supaya masyarakat setidaknya tau bahaya yang akan dihadapi dari
pencemaran air ini. Pada sosialisasi tersebut dapat diberikan penyuluhan kepada
masyarakat melakukan usaha – usaha yang dapat dilakukan dalam menghadapi
masalah pencemaran air ini, seperti menanam tanaman untuk mempertahankan daerah
resapan, mengolah dan membuang limbah rumah tangga dengan tepat, serta merubah
kebiasaan yang sering menggunakan bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari
dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan. Apabila kondisi kualitas parit atau
saluran drainase di aliran yang mengalir di Kota Pontianak telah masuk kelas 4 dan
sulit untuk diperbaiki seperti yang dilansir oleh tribunpontianak.co.id
(01/05/18), setidaknya usaha-usaha yang
dilakukan dengan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat tersebut
dapat meminimalisir semakin buruknya kadar pencemaran air dan beban pengaruh
pencemaranya terhadap sungai kapuas, serta digunakan dengan sebaik mungkin sesuai
dengan manfaat yang dapat digunakan pada kondisi tersebut.
Referensi :
Ringo-Siringo,
Rosmasari, dkk. KAJIAN BEBAN PENCEMARAN BEBERAPA ANAK SUNGAI DAN SALURAN
DRAINASE YANG BERMUARA KE SUNGAI KAPUAS
DI KOTA PONTIANAK (Studi Kasus:
Kelurahan Sungai Jawi Luar dan Kelurahan Sungai Beliung Kecamatan Pontianak Barat). Universitas
Tanjungpura : Pontianak.
Khotimah,
Siti. 2013. KEPADATAN BAKTERI COLIFORM DI SUNGAI KAPUAS PONTIANAK. Universitas
Tanjungpura : Pontianak.
Septiani,
Ervin, dkk. 2013. KUALITAS PERAIRAN SUNGAI KAPUAS KOTA SINTANG DITINJAU DARI
KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS. Universitas Tanjungpura : Pontianak.
Kualitas
Parit di Kota Pontianak Sudah Sangat Buruk. Tribunpontianak.co.id. https://pontianak.tribunnews.com/2018/05/01/kualitas-air-parit-di-kota-pontianak-sudah-sangat-buruk?. Diakses pada
5/29/20.
Pencemaran
Sungai Kapuas dari Hulu Hingga Hilir. Kompas.com. https://nasional.kompas.com/read/2008/09/17/10331232/pencemaran.di.kapuas.dari.hulu.hingga.hilir. Diakses pada
5/29/20.
Tingkat
Pencemaran Sungai Kapuas Mengkhawatirkan. Equator.co.id. https://equator.co.id/tingkat-pencemaran-sungai-kapuas-mengkhawatirkan/. Diakses pada
5/29/20.
Gambar
1. Sumber : Google Earth Pro
Gambar
2. Sumber : Pontianak.tribunnews.com
Komentar
Posting Komentar