Sungai Siak Yang Tercemar
Sungai Siak Yang Tercemar
Oleh Retno Ramadhani, 1806137154
Sungai Siak merupakan salah satu dari empat sungai besar
di Provinsi Riau yang paling dalam di Indonesia dengan kedalaman rata-rata sebesar
20 – 29 meter (1996) [1]. Sungai Siak bermanfaat bagi masyarakat sebagai sarana
transportasi air, sumber air bersih, dan pusat kegiatan bisnis. Kawasan Sungai
Siak terus mengalami perkembangan seperti pengembangan sarana permukiman,
perdagangan, dan industri, perhubungan, perkantoran, pariwisata, dan lainnya. Contohnya
terlihat sejak tahun 2000 – 2005 yaitu terdapat aktivitas masyarakat yang
sangat menonjol di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Siak antara lain
industri perkayuan (sawmill),
pengolahan karet (Crumb Rubber), pulp dan kertas, pelayaran internasional
(IMO), dermaga untuk kebutuhan
sendiri (DUKS), perluasan permukiman, sumber air minum masyarakat Pekanbaru
(PDAM Tirta Siak), mandi cuci kakus (MCK), penangkapan ikan secara tradisional,
hutan tanaman industri (HIT), perkebunan sawit dan pengolahan sawit,
penambangan pasir dan kerikil, cuci kapal, dermaga pelayanan masyarakat, serta
kawasan ekowisata budaya (Istana Sultan Siak) [1]. Aktivitas masyarakat
tersebutlah yang menimbulkan polutan sehingga dapat menyebabkan penurunan
kualitas air Sungai Siak.
Menurut Mulyadi (2005) bahwa bahan pencemar yang masuk ke Sungai Siak ada yang berupa limbah cair, sedimen, nutrien, logam beracun, zat kimia beracun, peptisida, organisme patogen, dan sampah rumah tangga [2]. Oleh sebab itu, saat ini air Sungai Siak tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat lagi sebagai air bersih sejak sekitar 10 tahun terakhir untuk kebutuhan rumah tangga seperti memasak, mandi dan mencuci pakaian karena kondisi air sungai yang sudah memprihatinkan. Hal tersebut karena ulah masyarakat itu sendiri yang dalam pemanfaatan sungai dilakukan secara berlebihan tanpa memikirkan dampak dan akibatnya.
Sungai
Siak yang tercemar.
(sumber: http://segmennews.com/)
Kenyataannya saat ini Sungai Siak sudah tercemar, padahal
dahulu Sungai Siak menjadi lalu lintas perekonomian nelayan sehingga sebagian
besar masyarakat sekitar berprofesi sebagai nelayan. Oleh karena itu, dahulu
Sungai Siak memiliki potensi pemanfaatan sungai yang sangat baik seperti
sebagai tempat mencari ikan, sumber air bersih, wisata air, dan menunjang
sistem transportasi air dengan intensitas tinggi baik untuk kapal barang maupun
kapal penumpang. Banyak dari masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan kemudian
beralih profesi sebagai penebang liar karena hasil tangkapan ikannya tidak
mencukupi lagi untuk kebutuhan sehari-hari mereka. Hal tersebut justru semakin
memperparah kerusakan lingkungan dan DAS Siak.
Busa dari limbah industri yang ada di DAS Siak.
(sumber: http://harnas.co/)
Sungai Siak merupakan salah satu korban pencemaran dan
kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kemajuan industri dan teknologi. Hal
tersebut yang menyebabkan kondisi aliran Sungai Siak menjadi rusak parah.
Pencemaran di Sungai Siak dapat dilihat dari warna airnya yang sudah berubah dan
airnya yang berbau busuk serta terdapat sampah hanyut dalam jumlah yang banyak
di permukaan sungai. Pencemaran tersebut terjadi akibat banyaknya perusahan
yang membuang limbah ke DAS Siak yang menjadi penyebab utama menurunnya
kualitas air dan sampah-sampah rumah tangga yang berpengaruh terhadap rusaknya
ekosistem Sungai Siak. Akibatnya, bermacam-macam ikan khas Riau kehilangan habitat
alaminya. Hal tersebut dapat terbukti dan sempat booming pada 8 Juni 2004 dimana 1,5 – 5 ton ikan mati lemas dan
mengapung dalam waktu yang bersamaan akibat kekurangan oksigen [3]. Sehingga
diperkirakan pada waktu itu jumlah spesies ikan yang tersisa di Sungai Siak
hanya sekitar 20 jenis saja. Padahal dahulu cukup banyak spesies ikan yang ada
di Sungai Siak seperti patin, selais, pantau, baung, dan juaro [4]. Namun,
hingga saat ini masih belum ada data yang pasti berapa spesies ikan yang
tersisa di Sungai Siak dilansir dari Mediacenter Riau. Hal tersebut membawa
dampak buruk bagi masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan karena hasil
tangkapannya tidak mencukupi lagi untuk kebutuhan sehari-harinya. Saat ini
masyarakat pun enggan mandi ke sungai karena takut terkena penyakit kulit. Banyaknya
sampah yang ada di permukaan sungai menjadikan Sungai Siak seolah-olah sebagai
tempat sampah raksasa untuk puluhan pabrik yang berada di sekitar DAS Siak bahkan
mereka kurang memperdulikan masalah ini dan semakin banyak pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab mencemari sungai.
Ikan yang mati di Sungai Siak akibat dari pencemaran air sungai.
(sumber: http://riaumandiri.id/)
Pencemaran Sungai Siak
yang sudah parah harus dapat dikendalikan dan harus mendapat perhatian khusus dari
pemerintah, pengusaha, dan masyarakat sekitar. Pengendalian pencemaran
lingkungan merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah, menanggulangi, dan
memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran [5]. Upaya
pengendalian pencemaran air juga telah dilakukan melalui berbagai kebijakan
seperti melalui pendekatan kelembagaan, hukum, teknis, dan program khusus.
Pemerintah sudah mengatur kebijakan-kebijakan pengelolaan sumber daya air
sesuai hukum, salah satunya dalam UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
[5]. Kebijakan-kebijakan pemerintah berisi setiap masyarakat wajib untuk
memelihara, mencegah, dan menanggulangi pencemaran air sungai. Selain itu,
pendekatan kelembagaan dilakukan dengan membentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
(Bapedal), Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD, dan Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) [5]. Selain itu, pemerintah
berperan dalam upaya pengendalian pencemaran air diantaranya sebagai penyedia
informasi, sebagai tempat perizinan dan kebijakan pembuangan air limbah ke
sumber air, penetapan kebijakan pengendalian pencemaran air, yang melakukan
pembinaan dan pengawasab, sebagai koordinator antar instansi yang
berkepentingan dalam pengendalian pencemaran air, dan menerapkan konsep
partisipasi masyarakat dalam pelaksana kegiatan pengendalian air.
Dilansir dari ANTARA News, pada tahun 2016 saat kunjungan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, pihak KLHK mengambil
sampel untuk mengetahui kualitas air yang ada di Sungai Siak [6]. Hasil yang
didapat bahwa air Sungai Siak tidak dapat sebagai air bahan baku air minum dan
rekreasi. Namun, bisa dimanfaatkan untuk budidaya ikan tawar, peternakan, dan
mengairi sawah. Selain pengambilan sampel, dalam peringatan hari lingkungan
hidup sedunia Bapak Jusuf Kalla melepas bibit ikan di Sungai Siak sebagai
pengendalian ekosistem sumber daya air.
Bapak Jusuf Kalla melepas bibit ikan di Sungai Siak.
(sumber: www.antaranews.com oleh Rony Muharrman)
Selain pemerintah yang berperan,
masyarakat dan pengusaha-pengusaha juga harus ikut dalam mengendalikan
pencemaran air. Tindakan yang dapat dilakukan oleh masyarakat diantaranya yaitu
tidak membuang sampah atau limbah rumah tangga baik cair maupun padat ke
sungai, tidak menggunakan sungai sebagai tempat untuk mencuci yang menggunakan
sabun dalam jumlah yang besar seperti mencuci truk, mobil, dan sepeda motor,
tidak menggunakan sungai untuk memnadikan hewan ternak dan sebagai tempat
kakus, dan tidak meminum air sungai tanpa dimasak terlebih dahulu. Sedangkan,
tindakan yang dapat dilakukan oleh para pengusaha industri diantaranya mengolah
limbah industri sebelum melakukan pembuangan limbah, limbah yang masih bisa
dipakai sebaiknya di daur ulang, dan memanfaatkan sumber daya air dan sekitar
aliran sungai tidak berlebihan yaitu secukupnya saja.
Dapat disimpulkan bahwa
Sungai Siak tidak lagi dapat dimanfaatkan seperti dahulu karena sudah tercemar.
Penyebab dari pencemaran tersebut dikarenakan oleh aktivitas masyarakat itu
sendiri yang memanfaatkan perairan sungai secara berlebihan tanpa memikirkan
dampak dan akibatnya. Jika sudah tercemar seperti ini meski tidak dapat
dimanfaatkan seperti dahulu tetapi pencemaran air harus berkurang dengan
dilakukan upaya pengendalian pencemaran air. Upaya pengendalian pencemaran air
harus dilakukan oleh semua pihak sehingga semuanya berperan penting.
Pemerintah, pengusaha-pengusaha industri, dan masyarakat sekitar harus bekerja
sama untuk mengatasi permasalahan pencemaran air di Sungai Siak ini.
Referensi :
[1] Amri, H. T. Ariful. 2007. Pengendalian Pencemaran Dalam Upaya
Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak. Jurnal Sains MIPA, Edisi Khusus
Tahun 2007, Vol. 13(2): 153-162.
[2] Putri, Afdal, dan Dwi Puryanti. 2014. Profil Pencemaran Air Sungai Siak
Kota Pekanbaru dari Tinjauan Fisis dan Kimia. Jurnal Fisika Unand, Vol. 3 (3):
191-197.
[3] Johar, Olivia Anggie. 2019. Pencemaran Sungai Siak di Kota Pekanbaru
dan Penegakan Hukum Pidana Lingkungan. JISPO Vol. 9 (2) Edisi : Juli – Desember
Tahun 2019 : 489 – 501.
[4] Fazar. 2015. Akibat Dampak Pencemaran, Spesies Ikan di Sungai Siak
Berkurang. https://mediacenter.riau.go.id/read/13239/akibat-dampak-pencemaran-spesies-ikan-di-sung.html
diakses pada 29 Mei 2020.
[5] Gusriani, Yesi. Strategi Pengendalian Pencemaran Air Daerah Aliran
Sungai (DAS) Siak di Kabupaten Siak. Riau: Universitas Riau.
[6] Muhardi, Fazar dkk. 2018. Hilir Sungai Siak Sudah Tercemar Berat. https://www.antaranews.com/berita/774537/hilir-sungai-siak-sudah-tercemar-berat
diakses pada 29 Mei 2020.
Komentar
Posting Komentar